Berbekal Kompor, Pasar Karbon di Afrika Kini Tumbuh Semakin Pesat

By Ade S, Rabu, 16 Oktober 2024 | 12:03 WIB
Investasi di sektor energi bersih Afrika semakin menarik. Namun, apakah proyek kompor masak ini benar-benar efektif? Temukan jawabannya di sini. (Freepik.com)

Temuan serupa juga dilaporkan dalam sebuah studi yang dilakukan oleh UC Berkeley. Studi ini menunjukkan bahwa perkiraan pengurangan emisi karbon dalam proyek kompor masak seringkali terlalu tinggi, bahkan mencapai sepuluh kali lipat dari nilai sebenarnya.

"Hal ini disebabkan oleh sejumlah faktor, seperti asumsi yang tidak realistis mengenai penggunaan kompor dan jenis bahan bakar, serta manfaat kesehatan yang tidak tercapai akibat pengurangan polusi udara dalam ruangan," ungkap Dev.

Antara harapan dan keraguan

Sektor kehutanan dan penggunaan lahan di Afrika telah menjadi primadona dalam pasar karbon sukarela global. Melalui inisiatif seperti REDD+, proyek-proyek di benua ini berlomba-lomba menyerap karbon dioksida dengan mengubah cara pengelolaan lahan, mulai dari penanaman kembali hutan (reforestasi) hingga pencegahan penggundulan hutan.

Hingga Agustus 2024, 144 juta kredit karbon telah diterbitkan untuk proyek-proyek semacam ini di seluruh Afrika. Salah satu contoh menonjol adalah inisiatif Kariba REDD+ di Zimbabwe, yang telah menjual jutaan kredit kepada perusahaan-perusahaan besar dunia. Proyek seluas hampir 750.000 hektar ini mengklaim telah berhasil mengurangi emisi karbon secara signifikan.

Namun, sebuah investigasi mendalam mengungkapkan fakta mengejutkan: proyek Kariba REDD+ diduga telah melebih-lebihkan capaiannya dalam menyerap karbon.

Hal ini memunculkan pertanyaan serius tentang akurasi pengukuran dampak lingkungan dari proyek-proyek kehutanan dan integritas kredit karbon yang diperdagangkan.

Di tengah sorotan global terhadap potensi penyerapan karbon di hutan-hutan Afrika, investasi besar terus mengalir. Perusahaan-perusahaan internasional, seperti Blue Carbon (yang berbasis di Uni Emirat Arab), telah menjalin kemitraan dengan sejumlah negara Afrika untuk merehabilitasi dan melindungi jutaan hektar hutan.

Keterlibatan pemerintah

Saat ini, sejumlah negara di Afrika terlihat sudah semakin proaktif dalam mengatur pasar karbon. Salah satu contohnya adalah Kenya, yang pada tahun 2024 telah memberlakukan peraturan baru mengenai perubahan iklim dan pasar karbon.

Peraturan ini mewajibkan setiap proyek yang menghasilkan kredit karbon di wilayahnya untuk mengikuti pedoman yang telah ditetapkan.

Di sisi lain, Ghana juga telah mengembangkan suatu sistem untuk memperdagangkan kredit karbon, yang didasarkan pada kesepakatan internasional yang dikenal sebagai Perjanjian Paris. Sistem ini bertujuan untuk memfasilitasi perdagangan kredit karbon secara lebih terstruktur dan transparan.