Mati Melarat di Pengasingan, Benarkah Napoleon Dibunuh dengan Arsenik?

By Galih Pranata, Jumat, 18 Oktober 2024 | 18:00 WIB
Napoleon di ranjang kematiannya, satu jam sebelum diselimuti. Kisah hidup sang revolusioner yang mengesankan, harus berakhir melarat. (©Fondation Napoléon / Rebecca Young.)

Nationalgeographic.grid.id—Napoleon adalah kaisar terbesar sepanjang sejarah Prancis. Namanya populer saat memimpin peristiwa Revolusi Prancis yang sangat menentukan dalam arah sejarah dunia. Nahas, ia mati melarat di pengasingannya.

Seorang dokter, Howard Markel menulis artikel kepada PBS News berjudul How Napoleon’s death in exile became a controversial mystery, terbitan 15 Agustus 2022. Hari di mana ia menerbitkan artikel itu, bersamaan dengan ulang tahun Napoleon ke 253.

Ia mengenang-kenangkan makan malam yang dilakukannya beberapa tahun lalu dengan seorang dokter bedah tua. Dokter tua itu menunjukkan sesuatu yang membuatnya tak nafsu melanjutkan makan malamnya, potongan tubuh Napoleon!

"Dokter bedah tua itu membisikkan rencananya untuk menganalisis spesimen anatomi untuk mencoba mencari tahu penyebab kematian Napoleon pada tahun 1821, yang telah lama jadi salah satu misteri paling kontroversial di kalangan sejarawan Prancis," tulisnya.

Di waktu luang, dokter Markel mengunjungi makam Napoleon, di Dôme des Invalides, di bawah bayang-bayang Menara Eiffel. Ia melihat sarkofagus kuarsit merah mengilap yang berisi jenazah Napoleon, sang kaisar terbesar Prancis yang mati nahas.

Menyeruak pertanyaan kemudian, "bagaimana bisa di usia 51 tahun, seorang yang gagah dan tangguh malah mati melarat di pengasingannya di St. Helena pada 1821?"

Saat berada di pengasingan pada tanggal 5 Mei 1821, Napoleon dikabarkan semakin sakit selama beberapa bulan, menderita sakit perut yang berulang, kelemahan yang sangat progresif dari hari ke hari, dan sembelit yang tak kunjung sembuh.

Dalam catatan sejarah Prancis, benar-benar melarat hidup sang revolusioner itu. Pada minggu-minggu terakhir sebelum wafatnya, ia diganggu oleh muntah-muntah, cegukan yang tak henti-hentinya, dan gumpalan darah, atau tromboflebitis, di berbagai bagian tubuhnya.

Para dokter yang melakukan otopsi Napoleon, pada tanggal 6 Mei 1821, menyimpulkan bahwa kematiannya disebabkan oleh kanker perut.

Hal ini diperburuk lagi oleh tukak lambung yang mengalami pendarahan, setelah dosis besar kalomel—senyawa yang mengandung merkuri yang digunakan sebagai obat—diberikan kepadanya sehari sebelum ia meninggal.

Sejak saat itu, para ahli patologi yang hanya duduk di kursi, bertanya-tanya apakah memang benar demikian? Banyak dokter telah memberikan serangkaian diagnosis yang benar-benar memenuhi buku dan jurnal selama seabad terakhir.

Baca Juga: Pauline Bonaparte: Adik Napoleon Bonaparte yang Dijuluki 'Penggoda yang Hebat'