Nationalgeographic.grid.id—Peradaban Mesir kuno yang ditinggali Firaun berlangsung sangat lama—lebih dari tiga ribu tahun. Sebuah kurun waktu sejarah yang sangat lawas melintang zaman.
Sebagai perbandingan, orang Mesir kuno yang hidup saat firaun terakhir meninggal pada tahun 30 SM lebih dekat dengan zaman kita dalam hal waktu daripada saat Piramida Besar dibangun. Namun, banyak hal dan fakta yang belum terkuak tentang Mesir Kuno.
Salah satu fakta sejarah yang kurang populer atau jarang diketahui adalah keberadaan prajurit Celtic di Mesir kuno. Salah satu prajurit Eropa yang memiliki kekhasan dalam berperang ini pernah berada di Mesir Kuno.
Pada abad-abad sebelum penaklukan Julius Caesar atas Galia dan pengamanan serta Romanisasi berikutnya, masyarakat Celtic telah mendominasi sebagian besar Eropa di utara lembah sungai Po dan Danube.
Mereka memiliki reputasi menakutkan yang membuat banyak orang ngeri. Bangsa Romawi khususnya melihat bangsa Celtic sebagai orang-orang barbar—yang mereka sebut sebagai Galia—sebagai ancaman nasional terbesar mereka.
Selama berabad-abad, "ibu-ibu Romawi menenangkan anak-anak mereka yang rewel dengan memperingatkan mereka bahwa Galia mungkin akan mendengar kerewelan mereka hingga si anak akan takut dan diam," tulis Khalid Elhassan.
Khalid menulisnya kepada History Collection dalam artikel berjudul Facts About Ancient Egypt They Didn’t Teach In School, yang diterbitkan pada 29 Oktober 2023.
Bangsa Romawi punya alasan yang bagus untuk khawatir. Sepanjang sebagian besar sejarah awal Romawi Kuno, suku Celtic atau Galia mendominasi Italia di utara Sungai Po dan di sepanjang sebagian besar pantai Adriatik Italia.
Fakta itu dibuktikan pada tahun 387 SM, ketika suku Celtic, yang dipimpin oleh seorang kepala suku bernama Brennus, mengalahkan pasukan Romawi, kemudian berbaris untuk menangkap dan menjarah Roma.
Penjarahan besar yang dilakukan Celtic atas Roma adalah prestasi yang tidak akan bisa diulangi oleh orang asing selama delapan abad berikutnya. Prajurit Celtic era itu terkenal dengan kualitas senjata mereka.
Mereka juga dikenal karena keberanian dan keganasan mereka dalam pertempuran, teriakan perang mereka yang menakutkan, dan serangan mereka yang mengerikan, telanjang bulat, dan sporadis. Reputasi itu membuat mereka sangat dicari sebagai tentara bayaran.
Baca Juga: Pesta dan Pembagian Kelas Sosial dalam Hierarki Bangsa Celtic
Sejak abad keempat SM dan seterusnya—dan terutama setelah fragmentasi kekaisaran Alexander Agung menjadi negara-negara Helenistik yang bersaing—tentara bayaran Celtic menjadi sangat populer dari Sisilia hingga Asia Kecil. Beberapa dari mereka akhirnya menerima bayaran dari firaun Mesir.
Selain bertempur untuk berbagai kerajaan Yunani, prajurit Celtic juga bertempur untuk Kartago. Mereka memang merupakan bagian penting dari pasukan Hannibal ketika ia menyerbu Italia dalam Perang Punisia Kedua.
Tentara bayaran Celtic juga merupakan benteng pertahanan Dinasti Ptolemeus yang bertahta di Mesir Kuno pada abad ketiga SM, dan termasuk dalam susunan pasukan Mesir Kuno di zamannya.
Ptolemeus II Philadelphus menyewa 4000 tentara bayaran Celtic yang direkrut dari Balkan dengan bantuan Anigonid dari Makedonia. Mereka memainkan peran penting dalam mengalahkan tantangan dari saudara tiri yang mencoba merebut takhta Ptolemeus.
Akan tetapi, tentara bayaran bangsa Celtic kemudian mengajukan tawaran mereka sendiri untuk melengserkan Ptolemeus dan merebut Mesir untuk mendirikan kekuasaan mereka sendiri.
Namun, mereka gagal, dan Ptolemeus menghancurkan pemberontakan mereka. Ia kemudian membuang bangsa Celtic yang masih hidup ke sebuah pulau kecil di Sungai Nil, untuk dibiarkannya mati kelaparan.
Meski demikian, bangsa Ptolemeus terus mempekerjakan tentara bayaran bangsa Celtic—kurangnya akar lokal mereka membuat mereka sangat berguna dalam meredakan pemberontakan penduduk asli Mesir Kuno yang sering terjadi.
Mereka tetap melayani Ptolemeus sampai akhir, dan penguasa terakhir dinasti tersebut, Cleopatra, diketahui telah mempekerjakan tentara bayaran bangsa Celtic untuk kedua kalinya.
Banyak prajurit Celtic kemudian menemukan rumah baru mereka di Mesir, menikahi wanita lokal, dan tinggal di negeri Firaun selama sisa hidup mereka.
Menurut sejarawan Yunani Polybios, perkawinan campur antara prajurit Celtic dan gadis-gadis asli Mesir dan Yunani sangat umum terjadi. Anak-anak dari pernikahan Celtic-Mesir dikenal dengan istilah slang e pigovoi.
Masih banyak misteri di balik hubungan bangsa Celtic-Mesir. Di Mesir, para arkeolog telah menemukan banyak patung bangsa Celtic yang disajikan dalam gaya Ptolemeus. Karena kurangnya sumber daya, bidang penelitian ini sebagian besar belum dieksplorasi.
Hanya ekspedisi penggalian di masa mendatang yang dapat menemukan jawaban atas pertanyaan seputar sejarah lengkap hubungan bangsa Celtic dengan Mesir Kuno.