'Allegory of the Cave' dan Pencerahan Manusia
Dalam interpretasi Plato, mitos Prometheus menunjukkan bahwa terusirnya manusia dari kehidupan surgawi adalah ganjaran yang didapat lantaran ulah Prometheus yangn menipu dan meremehkan Zeus.
Menurut Plato, keterikatan yang berlebihan dalam dinamika dunia yang fana ini membuat manusia perlahan melupakan para dewa dan perintahnya. Manusia yang pelupa ini selalu memicu tragedi dan drama, baik secara individu maupun kolektif.
Dalam visi Platonis, bagaimanapun, terdapat kemungkinan adanya pembalikan fenomena kejatuhan manusia. Jadi, manusia yang terkutuk dan berada dalam dimensi ilusi ruang dan waktu dapat bangkit kesadarannya, membebaskan diri keduniawian yang mengalami kemerosotan spiritual.
Hal ini secara simbolis digambarkan Plato dalam Allegory of the Cave atau Alegori Gua, sebuah titik kesadaran melepaskan diri dari dunia fisik yang merupakan tiruan tidak sempurna dari dunia ide yang sempurna.
Mitos ini digambarkan melalui kisah sekelompok orang yang berada di dalam gua yang dalam. Mereka hanya bisa melihat bayangan-bayangan yang dipantulkan di dinding gua.
Bayangan ini dihasilkan oleh cahaya api samar, dan mereka menganggap bayangan-bayangan itu sebagai satu-satunya realitas yang ada.
Suatu hari, salah satu orang di gua berhasil membebaskan diri. Ia keluar dari gua dan melihat dunia nyata di luar, dunia yang penuh dengan "ide-ide sempurna" dan realitas yang sebenarnya, yang jauh lebih kaya daripada bayangan yang mereka lihat di dalam gua.
Ketika orang ini kembali ke dalam gua dan mencoba menjelaskan kepada yang lain tentang dunia nyata di luar, ia tidak dapat meyakinkan mereka.
Rekan-rekannya tidak dapat memahami atau percaya pada apa yang belum pernah mereka lihat atau alami sendiri.
Baca Juga: Berada di Antara Dua Dunia, Prometheus 'Ajarkan' Makna Menjadi Manusia
Mitos ini menjadi referensi yang kuat terhadap kondisi manusia pasca-Prometheus bahwa manusia dikutuk oleh dewa dan diasingkan dalam gua ketidaktahuan, dalam kefanaan kehidupan duniawi sehari-hari.
Manusia ini berkesempatan meraih pencerahan atau kesadaran lebih tingga-suatu keadaan di mana mereka dapat memahami nilai-nilai dasar yang dianggap luhur dan universal, yaitu kebaikan, keindahan, keadilan, dan kebenaran.
Jadi, manusia yang terusir dari surga digelimangi kehidupan duniawi dapat menemukan cahayanya kembali yang telah lama hilang.
Praktisnya, terlepas dari konsekuensi tindakan Prometheus yang menentang para dewa, ia dianggap sebagai perintis mengenai kesadaran dalam diri manusia.
Menurut mitos ini, sebelum Prometheus berulah, manusia tidak memiliki kesadaran diri, mereka tidak berpikir tentang makna esensial dan kemungkinan tujuan keberadaan mereka.
Hanya melalui kejadian yang mengejutkan dan dramatis hingga membuat manusia terpuruk akibat kutukan ilahi, mereka memperoleh kesadaran akan diri, tetapi juga penderitaan karena terikat dalam ruang dan waktu serta dalam kefanaan sejarah.