Bibit-bibit tersebut selanjutnya dicoba ditanam di beberapa tempat lain di Indonesia, seperti, Jawa, Madura, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara. Perlu dicatat bahwa saat itu tujuannya bukan sebagai tanaman produksi, melainkan hanya sebagai tanaman hias atau ornamental.
Sebuah tujuan, yang hampir saja benar-benar menjadi kenyataan. Sebab, sebagian besar wilayah di mana bibit-bibit kelapa sawit tersebut ditanam tidak mampu menjadi area tanam yang cocok bagi bibit-bibit tersebut.
Hingga kemudian Adrien Hallet, seorang pengusaha Belgia yang memiliki pengalaman luas dalam bidang perkebunan, melihat sawit yang ditanam secara ornamental sebagai hiasan di Tanjung Morawa, Sumatera Utara.
Hallet yang kemudian menjadi salah satu pemilik Société Financière des Caoutchoucs (Socfin), melihat pohon-pohon sawit tersebut tumbuh dengan baik dengan kandungan minyak yang tinggi dan buah yang besar. Bahkan jika dibandingkan dengan kondisi di Afrika.
“Saat itulah dia berpikirnya bagus untuk sumber minyak nabati jadi cobalah mulai menanam secara pertama di Sungai Liput, Aceh. Sekaligus menjadi cikal bakal Socfin,” papar Indra Syahputra, Direktur Riset di PT. Socfindo, saat ditemui National Geographic Indonesia di kawasan perkebunan Bangun Bandar, Serdang, Sumatera Utara, Selasa (1/10/2024).
Komersialisasi pertama di bumi Andalas
Penanaman oleh Hallet di Sungai Liput dan selanjutnya di Pulau Raja, Sumatera Utara, pada tahun 1911 tersebut menandai usaha perkebunan kelapa sawit secara komersial pertama di Indonesia.
Namun, menurut Tungkot, sebenarnya pembudidayaan sawit sempat berhasil dilakukan oleh sebuah perusahaan Belanda bernama Deli Maatschappij, yang tentu saja berada di distrik Deli, Sumatera Utara.
“Uji coba pertama sawit menjadi perkebunan itu terjadi di tanah Deli, dan hasilnya ternyata lebih bagus daripada di daerah leluhurnya di Afrika Barat,” papar Tungkot
Hal senada disampaikan tertuang di laman resmi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), yang merujuk pada sebuah laporan yang dibuat oleh J. Kroll Manajer Deli Maatschappij yang menyatakan bahwa produksi minyak yang dihasilkan dari bibit yang ditanam oleh perusahaannya lebih baik dibandingkan habitat aslinya di Afrika Barat.
Baca Juga: Industri Kelapa Sawit Tengah Dihantam 'Karma', Dipicu Perubahan Iklim?