"Garis keturunan mereka pada akhirnya bernasib lebih baik dalam jangka waktu evolusi yang panjang dibandingkan dengan mereka yang memiliki jumlah salinan yang lebih rendah, sehingga memperbanyak jumlah salinan AMY1."
Gockumen juga sebelumnya telah menganalisis tentang AMY1 kepada spesies non-manusia. Dia mendapati bahwa hewan yang didomestikasi, seperti anjing dan babi, telah mengalami duplikasi amilase. Jumlahnya lebih tinggi daripada spesies yang tidak bergantung pada pola makanan yang kaya karbohidrat.
Bagaimana dengan Asia, terutama di Indonesia?
Masih terdapat perdebatan dari mana kita bisa mengenal beras, pangan mengandung karbohidrat utama di Indonesia. Diperkirakan, leluhur masyarakat Indonesia mengenal beras sekitar 3000 hingga 1500 SM.
Sejarawan Fadly Rahman, melansir Historia, menerangkan bahwa beras menjadi semakin identik dengan masyarakat di Jawa, terutama pada era Kerajaan Medang (Mataram Kuno). Kala itu, beras menjadi simbol kemakmuran bagi raja yang memimpin kerajaan.
Awalnya, masyarakat Nusantara memiliki makanan beragam, alih-alih menjadikan beras sebagai bahan pokok. Ketergantungan kita pun semakin menjadi ketika memasuki babak kolonial, ditandai dengan hegemoni beras dari monopoli perdagangan beras. Persebarannya pun telah mencapai Maluku, menggeser pangan pokok utama seperti sagu, ubi rambat, dan talas.
Penelitian AMY1 menarik untuk diteliti karena menghadirkan peluang dan dampaknya pada kesehatan metabolisme manusia. Akan tetapi, penelitian terbaru tidak menyebut secara spesifik tentang kondisi di geografis selain Eropa, sehingga peneliti genetika lain punya peluang untuk mengungkapnya.
"Penelitian di masa mendatang dapat mengungkap efek dan waktu seleksi yang tepat, memberikan wawasan penting tentang genetika, nutrisi, dan kesehatan," tukas Feyza Yilmaz, ilmuwan yang menjadi penulis pertama studi tersebut.