Orang Yunani Kuno Manfatkan Angin untuk Menangkan Pertempuran Salamis

By Ricky Jenihansen, Sabtu, 16 November 2024 | 17:00 WIB
The Battle of Salamis (Pertempuran Salamis) pada zaman Yunani kuno. Lukisan karya Wilhelm von Kaulbach, 1868. (Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Pertempuran Salamis merupakan pertempuran yang terjadi antara pasukan Persia dan pasukan Yunani kuno pada bulan September 480 SM. Jumlah pasukan Yunani kuno saat itu jauh lebih kecil dari pasukan Persia. Pertempuran Salamis dianggap oleh banyak sejarawan sebagai salah satu pertempuran paling menentukan dalam sejarah.

Sebuah jurnal hasil penelitian dari Pusat Penelitian Fisika Atmosfer dan Klimatologi di Akademi Athena berpendapat, bahwa orang-orang Yunani sebenarnya memilih lokasi Salamis setelah mempelajari kondisi iklim di area tersebut.

Hipotesis baru ini merupakan perkembangan penting mengenai salah satu pertempuran yang paling banyak dipelajari dan terkenal dalam sejarah dunia.

Jika Yunani tidak memenangkan pertempuran tersebut, banyak yang percaya bahwa invasi Persia ke Yunani akan berhasil, mengubah jalannya sejarah seperti yang kita kenal sekarang.

Pertempuran Salamis menjadi titik balik dalam Perang Yunani-Persia

Situasi Yunani saat itu sangat kritis. Sepuluh tahun sebelumnya, mereka berhasil mengalahkan Persia dalam Pertempuran Marathon meski peluangnya kecil.

Namun, pada tahun 480 SM, Persia kembali dengan pasukan yang jauh lebih besar, sepuluh kali lipat dari sebelumnya. Sementara itu pasukan Yunani kalah jumlahnya dan hanya memiliki sedikit harapan untuk menang. Meski begitu, banyak negara-kota bersatu untuk memberikan perlawanan sekuat mungkin.

Pertempuran Thermopylae dan pertempuran laut di Artemisium terjadi hampir bersamaan. Thermopylae berakhir dengan kekalahan Yunani, sementara Artemisium tidak menghasilkan pemenang yang jelas. Kedua pertempuran ini menunjukkan bahwa orang Yunani memiliki keunggulan sebagai prajurit di darat dan laut.

Meskipun mereka belum yakin bisa mengalahkan Persia, orang Yunani tahu mereka dapat memberikan kerugian besar pada musuh. Pertempuran Salamis akhirnya membuktikan kehebatan angkatan laut Yunani.

Pada awal tahun 480 SM, Raja Xerxes memimpin pasukan besar Persia untuk menyerbu Yunani. Pasukan ini luar biasa besar, berbeda dari pasukan sebelumnya.

Ratusan ribu tentara menyeberangi laut dengan kapal atau melintasi dua jembatan ponton raksasa yang dibangun di atas Hellespont, sebuah teknik yang hanya bisa dilakukan oleh Persia.

Baca Juga: Paris, Pangeran Troya dalam Mitologi Yunani yang Memicu Perang Epik

Orang Yunani memutuskan untuk bertahan di celah Thermopylae, dan dengan pasukan kecil, mereka berhasil menahan celah itu selama dua hari sebelum akhirnya dikalahkan pada hari ketiga.

Angkatan laut Yunani menjaga armada Persia tetap sibuk dalam serangkaian pertempuran di Tanjung Artemisium untuk melindungi pasukan darat di Thermopylae. Pada akhirnya, kekalahan Yunani di Thermopylae menyebabkan angkatan laut Yunani mundur ke pelabuhan Piraeus untuk membantu evakuasi penduduk Athena.

Dalam Pertempuran Artemisium, Persia kehilangan 400 kapal, sementara Yunani hanya kehilangan 100 kapal. Namun, armada Persia masih sangat kuat dan unggul dalam jumlah.

Angkatan laut Yunani terdiri dari kapal-kapal dari berbagai negara-kota, dengan Athena menyumbangkan 180 kapal, diikuti oleh Korintus dengan 40 kapal.

Sejarawan Yunani Herodotus mencatat total armada Yunani berjumlah 378 kapal, meskipun hitungannya hanya mencapai 371. Sementara itu, menurut Herodotus, armada Persia pada awal pertempuran berjumlah 1.207 kapal.

Angka ini muncul dalam catatan sejarah sejak 472 SM dan didukung banyak sejarawan kuno. Sejarawan modern umumnya menerima angka ini, tetapi beberapa mengusulkan estimasi yang lebih rendah, antara 600 hingga 800 kapal trireme.

 

Pertempuran Thermopylae dan pergerakan ke Salamis, 480 SM. (Wikimedia Commons)

Orang Yunani Memanfaatkan Angin dalam Pertempuran Salamis

Para ahli percaya, Athena Klasik yang telah memberi dasar budaya Barat termasuk filsafat, sastra, dan pemerintahan demokratis, hanya berkembang setelah orang Yunani akhirnya memenangi perang Persia melalui banyak pertempuran di darat dan laut.

Seperti Pertempuran Thermopylae, kepahlawanan dalam Pertempuran Salamis telah mencapai status legendaris.

Negara-kota Yunani yang bersatu menggunakan sekitar 370 kapal trireme, sedangkan Persia memiliki lebih dari 1.000 kapal, menurut sumber kuno. Namun, Persia, di bawah pimpinan Raja Xerxes, berencana menghancurkan Yunani yang kalah jumlah dengan kekuatan besar armada mereka.

Pemimpin angkatan laut Yunani, Themistokles, yang sadar akan jumlah kapal Persia, memancing mereka ke Selat Salamis yang sempit, tempat kapal-kapal Yunani menunggu.

Karena armada besar Persia tidak bisa masuk ke selat tersebut, mereka dengan cepat menjadi kacau, menciptakan peluang bagi kemenangan Yunani.

Bukan hanya kejeniusan militer Themistokles yang membawa Yunani menuju kemenangan, tetapi juga pengetahuan mendalam tentang iklim di Salamis, menurut artikel yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah Atmosphere oleh para peneliti di Akademi Athena.

Dalam artikel tersebut, para peneliti yang dipimpin oleh Profesor Christos Zerefos berpendapat bahwa data terkini mengenai kondisi angin di Selat Salamis sejalan dengan catatan saksi mata kuno.

Selain itu, artikel tersebut menyatakan bahwa orang Yunani pasti mengetahui kondisi ini, karena mereka merencanakan serangan menjelang siang terhadap Persia.

Kondisi itu sesuai dengan kondisi angin yang menyulitkan armada Persia untuk mundur ke laut terbuka pada sore hari. Angin barat laut di malam hari dan dini hari, atau angin Etesian di Teluk Saronic, dikombinasikan dengan angin laut lokal dari selatan pada pagi menjelang siang.

Kondisi tersebut menjebak armada Persia di Selat Salamis yang sempit selama sore hari, sehingga membawa kemenangan bagi Yunani pada sore menjelang malam.

Pola angin khusus ini masih ada hingga hari ini dan terutama terjadi dari Mei hingga September, ketika matahari sangat kuat dan memanaskan atmosfer.

Pertempuran Salamis diyakini secara tradisional terjadi pada akhir September tahun 480 SM, saat fenomena cuaca ini masih berlangsung.