Nyaris Tewas, Apa Jadinya Bila Alfred Russel Wallace Kapok Menjelajah?

By Mahandis Yoanata Thamrin, Senin, 18 November 2024 | 10:00 WIB
Ketika berusia 25 tahun, Alfred Russel Wallace nekat menjelajahi rimba belantara Amazon. Bersama Henry Walter Bates, ia mengumpulkan spesimen fauna. Kelak, temuannya di hutan Amazon telah menginspirasinya untuk menjelajahi pedalaman Nusantara. (National Geographic Indonesia)

"Saya turun ke kabin, yang sekarang sangat panas dan penuh asap, untuk melihat apa yang layak diselamatkan," tulisnya. "Saya mengambil jam tangan saya dan sebuah kotak kecil berisi beberapa kemeja dan beberapa buku catatan lama, dengan beberapa gambar tumbuhan dan hewan, dan berlari ke dek dengan barang-barang tersebut."

Ia juga mengisahkan beberapa satwa hidup yang dibawanya turut terpanggangdi atas kapal. "Banyak burung beo, monyet, dan hewan lainnya di atas kapal sudah terbakar atau tercekik," tulisnya. Satwa-satwa Amazon itu tampak "bingung dengan apa yang terjadi, dan tidak sadar dengan nasib yang menanti mereka."

Wallace mengungkapkan bahwa hampir semua satwa yang dibawanya tidak selamat dalam kebakaran ini. "Hanya satu burung beo yang selamat: dia duduk di atas tali yang tergantung di tiang haluan, dan tali itu terbakar yang membuatnya jatuh ke air, sehingga setelah mengapung sebentar, kami menangkapnya..."

Kebakaran kapal Helen telah melenyapkan banyak koleksi spesimen burung-burung dan serangga-serangga langka yang dihimpun Wallace. Betapa malang nasibnya. 

Wallace mencatat adanya kawasan yang membagi fauna Asia dan Australasia dalam ilustrasi peta berjudul 'A Paper of the Physical Geography of the Malay Archipelago', yang diterbitkan oleh Royal Geographic Society pada 1863. (Wikimedia Commons)

"Api segera menyambar tali-temali dan layar, menciptakan kebakaran besar sampai ke puncak," tulis Wallace. "Geladak sekarang menjadi lautan api, dan dinding kapal sebagian terbakar." Ia dan semua penumpang menyelamatkan diri menggunakan sekoci, sementara sang kapten kapal menjadi orang yang terakhir. Setelah beberapa hari terombang-ambing di perahu sekoci, datanglah pertolongan dari kapal Jordeson

Kapal Jordeson, yang menyelamatkan ia dan penumpang lainnya, memasuki lautan badai. Bahkan, ganasnya Atlantik nyaris menelan mereka. Situasi ini semakin menyurutkan nyali Wallace. 

Peristiwa lepas dari maut Samudra Atlantik itu tampaknya membuat Wallace kapok bepergian jauh. "Lima puluh kali saya bersumpah sejak tragedi itu, jika saya mencapai Inggris, saya tidak pernah mengarungi lautan," tulis Wallace dalam sepucuk surat untuk sahabatnya, Richard Spruce tertanggal 5 Oktober 1852, yang kini koleksi Natural History Museum di London.

"Sekarang semuanya telah hilang, dan aku tidak punya satu pun contoh untuk menggambarkan negeri tak dikenal yang pernah aku lalui, atau aku datangi, dan ingat kembali kenangan akan pemandangan liar yang pernah saya lihat!" demikian Wallace meratap dalam bukunya yang terbit setelah ekspedisinya di Amazon. 

"Namun," imbuhnya, "penyesalan seperti itu yang kuketahui akan sia-sia, dan aku berusaha sesedikit mungkin memikirkan apa yang mungkin terjadi, dan menyibukkan diriku dengan keadaan yang sebenarnya ada."

Selain menulis tentang cerita perjalanan, pengalaman meneliti, dan sejarah alam Amazon, dalam buku itu Wallace memberikan kepada kita pengetahuan berharga tentang pusparagam kehidupan Amazon. Di sinilah bermulanya pemikiran Wallace tentang seleksi alam.

Wallace melanggar sumpahnya sendiri