Nyaris Tewas, Apa Jadinya Bila Alfred Russel Wallace Kapok Menjelajah?

By Mahandis Yoanata Thamrin, Senin, 18 November 2024 | 10:00 WIB
Ketika berusia 25 tahun, Alfred Russel Wallace nekat menjelajahi rimba belantara Amazon. Bersama Henry Walter Bates, ia mengumpulkan spesimen fauna. Kelak, temuannya di hutan Amazon telah menginspirasinya untuk menjelajahi pedalaman Nusantara. (National Geographic Indonesia)

 

Nationalgeographic.co.id—Apa yang berada dalam benak orang-orang abad ke-19 ketika mereka mendengar kata "Amazon"? 

Mereka umumnya merujuk Sungai Amazon, sungai terbesar di dunia yang mengalir berkelok-kelok di Amerika Selatan. Kawasan lembah dan sungai ini membangkitkan rasa penasaran dan perhatian besar bagi para penjelajah dan ilmuwan pada masa itu. 

Bagaimana tidak? Kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati yang saat itu belum tersingkap, kerumitan aliran sungai dan tantangan geografi, serta mistisitas Amazon dari legenda-legenda setempat.

Alfred Russel Wallace (1823-1913), bersama naturalis Henry Walter Bates (1825-1892), memulai ekspedisi ke Amazon pada 1848. Kedua naturalis dan penjelajah asal Inggris itu dipersatukan oleh hobi memburu spesimen langka. Mereka tergelitik untuk menyelidiki asal-usul spesies, sekaligus mengumpulkan spesimen untuk mendanai penelitian.

Petualangan Wallace terbilang nekat, demikian menurut Dhurorudin  Mashad dalam bukunya berjudul Alfred Russel Wallace, Kiprah dan Karyanya sebagai Ilmuwan Sosial. Ia mengungkapkan dua alasan: Pertama, modal petualangannya ditanggung sendiri dengan alokasi anggaran yang pas-pasan. Kedua, Amazon dari segi apa pun kala itu jelas merupakan wilayah yang menyeramkan, apalagi bagi petualang pemula dan amatir.

Potret dan tanda tangan Alfred Russel Wallace dalam edisi cetak ulang buku 'A Narrative of Travels on the Amazon andd Rio Negro' pada 1889. ( A Narrative of Travels on the Amazon andd Rio Negro)

Selama berada di Amazon, Wallace fokus mengumpulkan berbagai macam serangga, burung, dan hewan lainnya. Ia begitu tekun dan cermat dalam mendokumentasikan temuan-temuan biodiversitas kawasan hutan ini. 

"Ada satu ciri khas negeri ini, yang keajaiban dan keindahannya dapat benar-benar dipahami hanya dengan berjalan kaki: yaitu 'hutan yang belum terjamah'," tulis Wallace dalam sepucuk surat untuk Mechanics' Institution di Neath, Wales pada 1849. Lembaga ini didirikan untuk memberikan pendidikan dan bahan bacaan bagi masyarakat setempat, dan menawarkan kelas malam tentang berbagai mata pelajaran, termasuk sains dan seni.

"Di sini, tak seorang pun yang mengapresiasi hal-hal besar dan inspiratif akan merasa kecewa," lanjut Wallace. Ia mendeskripsikan situasi di dalam hutan lembah Amazon yang belum terjamah itu laksana berada dalam bayang-bayang karena matahari yang sulit menembus tajuk-tajuk pepohonannya.

"Ukuran dan tinggi pepohonan yang sangat besar, yang sebagian besar berdiri seperti pilar raksasa setinggi seratus kaki atau lebih tanpa bercabang," tulisnya. Dia menyaksikan beragam tanaman yang "batangnya berduri atau berkerut, tanaman merambat yang meliuk-liuk dan bergelantungan dari dahan ke dahan, kadang-kadang melingkar dan berputar di tanah seperti ular besar, lalu menjulang hingga ke bagian paling atas." 

Selain ragam bentuk tumbuhan yang menakjubkan, ia juga mengungkapkan bahwa banyak aspek unik lainnya yang ia jumpai selama di hutan Amazon seperti tanaman yang tumbuh di batang dan dahan, keragaman daun, buah-buahan dan biji-bijian aneh yang membusuk di tanah.

Baca Juga: Apa Penyebab Flora dan Fauna di Barat dan Timur Indonesia Berbeda?