Mendesak Pengesahan RUU Masyarakat Adat yang Menjadi Benteng Terakhir Upaya Konservasi

By Ade S, Selasa, 26 November 2024 | 08:03 WIB
Papua Program Manager Konservasi Indonesia Nur Ismu Hidayat (kiri), Penasihat Senior Kepala Staf Presiden RI 2019-2024 Manuel Kaisiepo (tengah), dan Aryo Wisanggeni (kanan) dalam diskusi mengenai peran masyarakat adat pada event Green Press Community di Jakarta, Sabtu 23 November 2024. (Dok.Konservasi Indonesia/Nuniek)

Nationalgeographic.co.idDalam sebuah dialog yang diselenggarakan oleh Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) bersama Konservasi Indonesia (KI) pada 23 November 2024, kekhawatiran mendalam mengemuka terkait nasib masyarakat adat di Indonesia.

Meskipun UUD 1945 telah mengakui keberadaan dan hak-hak masyarakat adat secara tegas, serta putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012 telah memberikan pengakuan hukum atas hutan adat, namun dalam praktiknya, masyarakat adat terus menghadapi diskriminasi, peminggiran, dan ancaman perampasan lahan.

Manuel Kaisiepo, Penasihat Senior Kepala Staf Presiden (KSP) 2019-2024, menekankan bahwa tanpa adanya Undang-Undang Masyarakat Adat sebagai payung hukum yang kuat, perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat, termasuk hak pengelolaan lahan dan hutan, akan terus menjadi tantangan.

“Undang-Undang Masyarakat Adat diperlukan sebagai payung hukum untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat adat, eksistensinya, hak hidupnya, dan kelangsungan kehidupannya,” tegas Manuel.

Ironisnya, meskipun telah ada pengakuan konstitusional dan putusan pengadilan yang mendukung hak-hak masyarakat adat, namun proses pengesahan RUU Masyarakat Adat di tingkat nasional justru mengalami penundaan yang berkepanjangan.

Padahal, sejumlah daerah telah berupaya melindungi masyarakat adat melalui peraturan daerah (Perda) lokal. Namun, regulasi-regulasi tersebut seringkali kalah dengan kebijakan pusat yang memberikan izin pengelolaan hutan kepada pihak swasta atau investor.

Manuel Kaisiepo menekankan pentingnya peran masyarakat sipil, termasuk media, dalam mendorong lahirnya RUU Masyarakat Adat. "Kabarnya RUU ini sudah masuk Prolegnas (program legislasi nasional), tetapi masuk Prolegnas belum tentu dibahas dan disetujui," ujarnya.

Kunci utama konservasi dunia

Kontribusi masyarakat adat dalam menjaga kelestarian lingkungan tak dapat dipandang sebelah mata. Walau seringkali terpinggirkan, kearifan lokal mereka telah terbukti menjadi benteng terakhir dalam upaya konservasi global.

Seperti yang ditegaskan oleh Nur Ismu Hidayat, Senior Papua Program Manager Konservasi Indonesia (KI), banyak praktik tradisional yang dimiliki masyarakat adat, seperti sistem sasi di Indonesia Timur, telah menunjukkan keberhasilan dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.

Sasi, yang pada intinya adalah larangan sementara terhadap pemanfaatan sumber daya alam, mencerminkan pemahaman mendalam masyarakat adat tentang siklus alam dan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem.

Baca Juga: Dari Dayak Kalimantan, Penjaga Bumi yang Terabaikan ini Menantang Dunia