"Namun, membatasi kerusakan lingkungan harus melampaui prinsip sederhana 'pencemar membayar', karena ada keraguan tentang efektivitas implementasinya," ungkap Shamika Sirimanne dari UN Trade and Development dan Ratnakar Adhikari dari Enhanced Integrated Framework (EIF) di laman weforum.org.
Peran besar LDCs dalam pengolahan sampah elektronik
LDCs memiliki peran strategis dalam upaya global mengelola limbah elektronik yang semakin menumpuk di era digital. Isu ini mendesak karena beberapa alasan fundamental.
Pertama, pengelolaan limbah elektronik yang bertanggung jawab secara langsung berkontribusi pada pencapaian sejumlah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Mulai dari Tujuan 3 yang menyasar kesehatan dan kesejahteraan, hingga Tujuan 12 yang menekankan konsumsi dan produksi berkelanjutan, serta Tujuan 14 dan 15 yang berkaitan dengan kelestarian kehidupan di bawah laut dan di darat.
Limbah elektronik mengandung bahan beracun yang dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia jika tidak dikelola dengan benar.
Kedua, tingkat pengumpulan limbah elektronik secara formal masih sangat rendah di seluruh dunia, khususnya di negara terbelakang.
Data terbaru menunjukkan bahwa pada tahun 2022, kurang dari 25% limbah elektronik yang dihasilkan secara global berhasil dikumpulkan secara formal. Situasi di negara terbelakang bahkan lebih memprihatinkan, dengan tingkat pengumpulan hanya mencapai 0,2%.
Meskipun tidak menjadi penghasil utama limbah elektronik, beberapa negara terbelakang, seperti Senegal dan Tanzania, telah menjadi tempat pembuangan limbah elektronik dari negara maju. Hal ini menjadikan mereka sebagai "negara yang menjadi perhatian" dalam isu pengelolaan limbah elektronik internasional.
Ketiga, meskipun dihadapkan pada tantangan yang signifikan, negara terbelakang memiliki potensi besar untuk mengubah situasi ini.
Pengelolaan limbah elektronik secara efektif tidak hanya dapat melindungi lingkungan, tetapi juga menciptakan lapangan kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dan mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon. Beberapa negara terbelakang telah mengambil langkah-langkah proaktif untuk mengatasi masalah ini.