Energi Panas Bumi Ulumbu Membawa Berkah bagi Pengrajin Peti Jenazah

By Utomo Priyambodo, Jumat, 29 November 2024 | 08:00 WIB
Yohanes Golden Membot memiliki keterampilan membuat peti mati dan barang barang furnitur lainnya di Desa Wewo. Pasokan listrik dari energi panas bumi di desanya telah memungkinkan usaha mebel miliknya meningkat sebesar tiga kali lipat. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.idListrik telah mengubah kehidupan banyak orang di dunia. Listrik yang dihasilkan dari energi panas bumi di Ulumbu, misalnya, telah membawa berkah bagi pengrajin peti jenazah di Desa Wewo, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.

Yohanes Golden Membot, seorang pengrajin peti mati di Wewo, memanfaatkan listrik untuk memajukan usaha mebelnya. Dahulu ia membuat peti mati menggunakan perkakas manual, kini ia memakai peranti mesin berbasis listrik.

“Dulu sebelum ada listrik itu, satu peti jenazah baru selesai dalam tiga hari. Setelah ada listrik, satu hari bisa selesai satu unit peti jenazah,” tutur Yohanes saat ditemui di rumahnya akhir September lalu. “Sebelum ada listrik, pekerjaan saya ya sepertiga dari hasil kerja saya sekarang.”

Penggunaan alat-alat berdaya listrik tersebut sangat mempermudah dan mempercepat pekerjaan Yohanes. Ia tak perlu lagi mengeluarkan terlalu banyak tenaga setiap harinya.

“Selama ada listrik ini, kerja saya agak mudah. Dulu sebelum ada listrik, lebih-lebih listrik PLTP Ulumbu ini belum ada, kerja saya cukup setengah mati.”

Aliran listrik dari PLTP Ulumbu, yang beroperasi sejak 2012, memungkinkan Yohanes untuk menggunakan berbagai perkakas yang lebih canggih, seperti gergaji listrik, mesin press, mesin sekap, mesin profil, mesin amplas, hingga mesin cat.

“Kalau pakai alat manual itu yang paling sangat tidak bagusnya, yang pertama, energi kita kerjanya sangat butuh tenaga. Kadang kita cepat capek. Kalau ada listrik kan, artinya walaupun capek, tidak seperti yang manual gitu,” kata Yohanes.

Sejumlah peralatan berdaya listrik yang biasa dipakai oleh Yohanes untuk membuat peti jenazah di bengkel mebelnya di Desa Wewo. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Selain mempermudah dan mempercepat pekerjaan Yohanes, penggunaan peralatan mesin berbasis listrik juga membuat hasil pekerjaannya lebih maksimal. Lebih “rapi” dan “memuaskan”, ujarnya.

“Kalau soal kerapiannya, tentu lebih rapi pakai listrik karena semuanya pakai mesin semua. Misalnya amplas itu. Bedakan amplas tangan dengan amplas mesin. Kalau amplas tangan kan lebih rumit dan capek. Jadi kalau capek, sudah, ya lepas. Akhirnya hasilnya juga seperti itu, tidak rapi. Tapi kalau pakai mesin, kan tidak terlalu capek, hasilnya rapi dan cepat.”

Kini, dalam sebulan, Yohanes mampu memproduksi hingga 30 peti mati. Sebelum adanya listrik, jumlah maksimal peti mati buatannya hanya 10 per bulan.

Baca Juga: Mengapa Energi Panas Bumi di Flores Ramah Lingkungan dan Perlu Dimanfaatkan?