Druze, Minoritas Penghuni Dataran Tinggi Golan yang Antikawin Campur

By Ade S, Kamis, 12 Desember 2024 | 10:03 WIB
Seorang wanita Druze dengan pakaian tradisional sedang memanggang pitta, roti pipih khas daerah tersebut. (Israel_photo_gallery)

Israel berargumen bahwa mereka perlu mempertahankan kendali atas Golan untuk mencegah serangan dari Suriah dan kelompok-kelompok militan yang didukung Iran.

Di sisi lain, Suriah selalu menganggap Dataran Tinggi Golan sebagai bagian tak terpisahkan dari wilayah negaranya. Pencaplokan Golan oleh Israel merupakan pelanggaran kedaulatan Suriah dan telah menjadi salah satu isu utama dalam konflik antara kedua negara.

Minoritas Druze di tengah konflik

Komunitas Druze, sebuah kelompok etnoreligius dengan akar sejarah yang dalam di Timur Tengah, telah menjadi salah satu kelompok minoritas yang menarik perhatian di wilayah Dataran Tinggi Golan yang bergejolak ini.

Berasal dari Mesir pada abad ke-11, Druze menganut kepercayaan yang merupakan percabangan dari Islam Ismailiyah, namun dengan doktrin dan praktik yang unik, demikian pernyatan CNN.

Salah satu ciri khas komunitas Druze adalah penekanan pada ketertutupan kelompok. Mereka tidak mengizinkan masuknya anggota baru dari luar maupun keluarnya anggota dari komunitas. Selain itu, perkawinan campur dengan kelompok agama lain juga sangat dibatasi.

Dataran Tinggi Golan, wilayah strategis yang telah menjadi sengketa antara Israel dan Suriah, menjadi rumah bagi komunitas Druze yang cukup besar. Lebih dari 20.000 orang Druze tinggal di wilayah ini.

Meskipun sebagian besar dari mereka secara identitas merasa lebih dekat dengan Suriah dan menolak tawaran kewarganegaraan Israel setelah pencaplokan Golan pada tahun 1967, mereka tetap berada di bawah kendali administrasi Israel.

Kehidupan komunitas Druze di Golan menjadi semakin kompleks karena mereka harus berbagi wilayah dengan sekitar 25.000 warga negara Israel Yahudi yang tinggal di lebih dari 30 permukiman.

Koeksistensi antara kedua kelompok ini tidak selalu berjalan mulus. Rencana Israel untuk menggandakan populasi pemukim Yahudi di Golan pada tahun 2027, seperti yang telah diperingatkan oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB, semakin meningkatkan ketegangan dan kekhawatiran akan masa depan komunitas Druze di wilayah tersebut.

Druze Suriah di Golan telah menghadapi berbagai bentuk diskriminasi, terutama dalam hal akses terhadap sumber daya alam seperti tanah dan air. Komite PBB untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial telah menyoroti kebijakan diskriminatif Israel yang membatasi akses petani Druze terhadap air, dengan harga dan biaya yang tidak adil.

Baca Juga: Rujm el Hiri: Situs Melingkar Misterius di Dataran Tinggi Golan