Oscar Wilde, melalui referensi klasik, menempatkan novelnya dalam tradisi sastra yang lebih luas.
Dengan menghubungkan estetisisme era Victoria dengan cita-cita Yunani kuno, ia mencerminkan bagaimana nilai-nilai Yunani kuno dihidupkan kembali pada abad ke-19, baik di Inggris maupun di dunia Barat.
Perbandingan antara Dorian Gray, Adonis, dan Narcissus memberikan wawasan lebih mendalam tentang karakter Dorian Gray.
Keindahan luar biasanya menjadi sumber konflik utama dalam cerita, sekaligus menjelaskan bagaimana kecantikan itu mendefinisikan hidupnya, baik sebagai berkah maupun kutukan.
Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa potret Dorian adalah interpretasi modern dari mitos Yunani kuno tentang Adonis.
Namun, perbandingan ini lebih relevan dengan kisah Narcissus, mengingat siklus kematian dan kelahiran kembali Adonis berbeda secara mendasar dari nasib Dorian Gray.
Meski begitu, Wilde menggambarkan konsep siklus antara keindahan dan kehancuran yang mendefinisikan kehidupan setiap individu.
Dorian mencapai bentuk keabadian yang berbeda melalui potretnya, yang mencerminkan jejak waktu dan dosa, sementara ia sendiri tetap mempertahankan penampilan mudanya.