Pakaian bekas yang terkumpul dan tidak dapat dijual kembali kemudian didaur ulang menjadi produk-produk bermanfaat seperti selimut dan sarung tangan kerja, yang selanjutnya disumbangkan kepada negara-negara berkembang yang membutuhkan.
Takuji Yamamoto, kepala divisi manajemen berkelanjutan Onward, menegaskan bahwa perusahaannya memiliki "tanggung jawab" untuk meneruskan siklus hidup pakaian bekas kepada pelanggan baru. Inilah yang menjadi motivasi utama bagi grup tersebut untuk secara aktif mempromosikan penggunaan kembali dan daur ulang pakaian.
Langkah serupa juga diambil oleh produsen pakaian Sanyo Shokai, pemilik merek lama Paul Stuart. Mereka mulai terjun ke penjualan barang bekas pada bulan Juni tahun lalu, dan penjualan mereka bahkan melampaui target yang ditetapkan, mencapai sekitar 10% lebih tinggi dari perkiraan.
Shinji Sakaida, seorang pejabat senior Sanyo Shokai, mengungkapkan, “Kami ingin menjalankan proyek ini sebagai bisnis yang menguntungkan sambil meluangkan waktu sekitar dua tahun untuk menilainya.”
Perusahaan lain yang turut meramaikan tren ini adalah Daidoh, yang memiliki merek mode NewYorker melalui anak perusahaan mereka. Daidoh meluncurkan situs web khusus pada bulan Oktober tahun lalu yang secara eksklusif menjual barang bekas dari merek mereka sendiri, NewYorker.
Melalui langkah ini, perusahaan tersebut berharap dapat menarik perhatian konsumen dari kalangan anak muda, yang secara umum dinilai lebih terbuka dan tidak keberatan untuk mengenakan pakaian bekas.
--
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat! Dapatkan berita dan artikel pilihan tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui WhatsApp Channel di https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News di https://shorturl.at/xtDSd. Jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan ilmu dan informasi!