Selidik Ilmiah: Buah & Sayuran 70 Tahun Lalu Jauh Lebih Bergizi, Kok Bisa?

By Ricky Jenihansen, Selasa, 25 Maret 2025 | 14:00 WIB
Sayuran seperti wortel di atas hamparan daun endive frisée ini merupakan sumber nutrisi yang penting. Buah dan sayuran saat ini tidak lagi bergizi seperti 70 tahun lalu, bagaimana penjelasan ilmiahnya?
Sayuran seperti wortel di atas hamparan daun endive frisée ini merupakan sumber nutrisi yang penting. Buah dan sayuran saat ini tidak lagi bergizi seperti 70 tahun lalu, bagaimana penjelasan ilmiahnya? (Photographs by Lucas Foglia, Nat Geo Image Collection)

Nationalgeographic.co.id—Generasi terdahulu mungkin lebih beruntung, buah dan sayuran yang mereka konsumsi 70 tahun lalu ternyata jauh lebih kaya nutrisi dibandingkan dengan yang kita makan saat ini. Lalu, apa penyebabnya dan bagaimana penjelasan ilmiahnya?

Saat Anda melihat buah dan sayuran berwarna-warni di supermarket, mungkin Anda tidak sadar bahwa kandungan nutrisi di dalamnya sudah jauh berkurang dibandingkan 70 tahun lalu.

Banyak penelitian ilmiah menunjukkan bahwa buah, sayuran, dan biji-bijian yang kita makan sekarang mengandung lebih sedikit protein, kalsium, fosfor, zat besi, riboflavin, dan vitamin C.

Sebuah penelitian ilmiah di jurnal Foods tahun 2024 bahkan menyebut penurunan ini "mengkhawatirkan" dan "ancaman besar bagi kesehatan generasi mendatang."

Ini sangat penting, terutama karena semakin banyak orang beralih ke pola makan nabati yang dianjurkan untuk kesehatan dan lingkungan.

Penurunan nutrisi ini bisa membuat tubuh kita kesulitan melawan penyakit kronis. Ibaratnya, makanan yang seharusnya jadi obat pencegahan jadi kurang ampuh, jelas David R. Montgomery, profesor geomorphology dari University of Washington di Seattle, dan penulis buku What Your Food Ate.

"Bahkan bagi mereka yang makan makanan segar dan menghindari makanan olahan, tetap saja makanan yang dimakan kakek-nenek kita lebih bergizi," tambah Kristie Ebi, ahli perubahan iklim dan kesehatan dari University of Washington di Seattle.

Para ilmuwan menjelaskan bahwa penyebabnya adalah proses pertanian modern yang fokus meningkatkan hasil panen, tapi merusak kesehatan tanah. Cara seperti irigasi, pemupukan, dan panen tertentu mengganggu hubungan penting antara tanaman dan jamur tanah yang membantu penyerapan nutrisi.

Selain itu, perubahan iklim dan peningkatan karbon dioksida juga menurunkan kandungan nutrisi buah, sayuran, dan biji-bijian.

Meski begitu, para ahli menekankan bahwa kita tetap perlu makan buah, sayuran, dan biji-bijian untuk kesehatan. Mereka berharap informasi ini membuat lebih banyak orang peduli bagaimana makanan mereka ditanam.

"Kita semua tahu makanan itu penting. Jika cara menanamnya juga penting, ini alasan kuat bagi kita untuk peduli pada pertanian," kata Montgomery. "Kita tidak boleh kehilangan lahan subur karena populasi terus bertambah. Kita harus mencegah kerusakan lebih lanjut dan mengembalikan kesuburan tanah yang sudah rusak."

Baca Juga: Sains Gizi: Inilah Tips Agar Tubuh Tetap Kuat Berolahraga Saat Puasa

Penurunan Nutrisi yang 'Mengkhawatirkan' dari Vitamin C hingga Zat Besi

Salah satu penelitian ilmiah terbesar yang menyoroti masalah ini adalah studi yang diterbitkan di Journal of the American College of Nutrition pada Desember 2004.

Dengan membandingkan data nutrisi dari Departemen Pertanian AS (USDA) tahun 1950 dan 1999, para peneliti di University of Texas di Austin menemukan perubahan pada 13 jenis nutrisi di 43 jenis tanaman kebun, mulai dari asparagus hingga semangka.

Mereka menemukan penurunan kandungan protein, kalsium, dan fosfor pada buah dan sayuran mentah. Nutrisi-nutrisi ini penting untuk tulang dan gigi yang kuat, serta fungsi saraf yang baik.

Selain itu, ada juga penurunan zat besi (penting untuk mengangkut oksigen) dan riboflavin (penting untuk metabolisme lemak dan obat). Kandungan vitamin C, yang penting untuk pertumbuhan jaringan dan sistem kekebalan tubuh, juga menurun.

Besarnya penurunan berbeda-beda, tergantung jenis nutrisi dan tanaman. Namun, secara umum, penurunannya berkisar antara 6 persen (protein) hingga 38 persen (riboflavin).

Kalsium paling banyak berkurang pada brokoli, kangkung, dan sawi hijau. Zat besi paling banyak berkurang pada lobak swiss, mentimun, dan lobak hijau. Asparagus, sawi collard, sawi hijau, dan lobak hijau kehilangan banyak vitamin C.

Penelitian-penelitian selanjutnya juga menunjukkan hal yang sama, yaitu penurunan kadar nutrisi. Studi di jurnal Foods pada Januari 2022 menemukan bahwa meski kandungan zat besi pada kebanyakan sayuran di Australia relatif sama antara tahun 1980 dan 2010, ada penurunan signifikan pada beberapa jenis sayuran.

Penurunan zat besi sebesar 30-50 persen terjadi pada jagung manis, kentang merah, kembang kol, buncis, kacang polong, dan buncis arab. Sebaliknya, alpukat Hass, jamur, dan lobak swiss justru mengalami peningkatan zat besi.

Biji-bijian juga mengalami penurunan nutrisi. Studi di jurnal Scientific Reports tahun 2020 menemukan bahwa kandungan protein gandum menurun 23 persen dari tahun 1955 hingga 2016. Ada juga penurunan mangan, zat besi, seng, dan magnesium.

Penurunan nutrisi ini juga berdampak pada hewan ternak. Menurut Montgomery, sapi, babi, kambing, dan domba sekarang makan rumput dan biji-bijian yang kurang bergizi, sehingga daging dan produk hewani lainnya juga kurang bergizi dibandingkan dulu.

Baca Juga: Sains Ungkap Rahasia Memasak Telur dengan Sempurna Agar Rasa dan Gizi Terjaga

Di Singing Frogs Farm di Sebastopol, California, keluarga Kaiser menerapkan metode pertanian regeneratif, seperti menggunakan kambing untuk merumput di halaman yang tidak terlalu mengganggu tanah dibandingkan dengan memotong rumput. (Nat Geo Image Collection)

Penyebab Menurunnya Kandungan Nutrisi dalam Makanan

Ada beberapa faktor yang menyebabkan masalah ini. Pertama, praktik pertanian modern yang bertujuan meningkatkan hasil panen.

"Dengan belajar menanam tanaman lebih besar dan lebih cepat, tanaman jadi kesulitan menyerap nutrisi dari tanah atau memproduksi nutrisi sendiri," jelas Donald R. Davis dari University of Texas di Austin.

Ahli kimia dan peneliti nutrisi yang sudah pensiun ini adalah penulis utama studi penting tahun 2004, dan juga penulis beberapa penelitian lain tentang topik ini.

Hasil panen yang lebih banyak berarti nutrisi dari tanah harus dibagi ke lebih banyak tanaman. Akibatnya, nutrisi yang dihasilkan buah dan sayuran jadi lebih sedikit per unitnya.

"Sayangnya, petani dibayar berdasarkan berat hasil panen, jadi mereka cenderung melakukan hal-hal yang kurang baik untuk kandungan nutrisi," tambah Davis.

Penyebab lain adalah kerusakan tanah akibat pertanian hasil tinggi. Gandum, jagung, beras, kedelai, kentang, pisang, ubi, dan rami mendapat manfaat dari hubungan simbiosis dengan jamur tertentu yang membantu tanaman menyerap nutrisi dan air dari tanah.

"Jamur ini seperti perpanjangan akar bagi tanaman," kata Montgomery. Namun, pertanian hasil tinggi menguras nutrisi tanah, yang mengurangi kemampuan tanaman untuk membentuk hubungan simbiosis dengan jamur mikoriza, jelas Montgomery.

Meningkatnya kadar karbon dioksida di atmosfer juga mengurangi nilai gizi makanan kita.

Semua tanaman melakukan fotosintesis, yaitu menyerap karbon dioksida dari udara, memecahnya, dan menggunakan karbonnya untuk tumbuh, jelas Ebi. Namun, ketika tanaman seperti gandum, beras, barley, dan kentang terpapar kadar karbon dioksida yang lebih tinggi, mereka menghasilkan lebih banyak senyawa berbasis karbon, sehingga kandungan karbohidratnya meningkat.

Baca Juga: Serangga Masuk Program Makan Bergizi Gratis, Bagaimana Sains Melihatnya?

Selain itu, pada kadar karbon dioksida yang lebih tinggi, tanaman ini menyerap lebih sedikit air, "yang berarti mereka juga menyerap lebih sedikit mikronutrisi dari tanah," kata Ebi.

Percobaan yang dijelaskan dalam jurnal Science Advances tahun 2018 mengonfirmasi bahwa kadar protein, zat besi, seng, dan beberapa vitamin B menurun pada 18 jenis beras setelah terpapar kadar karbon dioksida yang lebih tinggi.

Ancaman Serius bagi Kesehatan Masyarakat

Perlu diingat, buah, sayur, dan biji-bijian utuh tetaplah makanan paling sehat di dunia. Namun, konsumen mungkin tidak mendapatkan nutrisi yang mereka harapkan dari makanan nabati.

Jika penurunan nutrisi ini terus berlanjut, beberapa orang berisiko mengalami kekurangan nutrisi tertentu atau kesulitan melindungi diri dari penyakit kronis melalui makanan sehat, kata para ahli.

Meskipun penurunan nutrisi ini berdampak pada semua orang, beberapa kelompok lebih rentan terkena dampaknya.

"Gandum dan beras menyumbang lebih dari 30 persen kalori yang dikonsumsi di seluruh dunia," kata Ebi.

"Siapa pun yang mengandalkan biji-bijian ini, terutama masyarakat berpenghasilan rendah, bisa terkena dampak penurunan protein, vitamin B, dan mikronutrisi. Perubahan pola makan ini bisa menyebabkan kekurangan gizi, seperti anemia kekurangan zat besi pada wanita dan anak perempuan," tambah Ebi.

Penurunan nutrisi sangat mengkhawatirkan di negara-negara yang sudah mengalami masalah kerawanan pangan, tambah Chase Sova, direktur senior kebijakan publik dan penelitian di World Food Program USA.

"Sekitar tiga miliar orang di dunia, kebanyakan di negara berpenghasilan rendah dan menengah, kesulitan mendapatkan makanan sehat secara rutin. Setidaknya dua miliar orang mengalami kelaparan tersembunyi, yaitu kekurangan mikronutrisi penting dalam makanan mereka," kata Sova.

"Kelompok ini sangat rentan terhadap penurunan nutrisi dalam makanan nabati."

Selain nilai gizi, makanan dengan nutrisi yang lebih sedikit juga mungkin kehilangan rasa. Banyak senyawa yang melindungi kesehatan juga memberikan rasa pada makanan.

Jadi, perubahan praktik pertanian yang menyebabkan penurunan nutrisi juga berkontribusi pada rasa makanan yang kurang enak (seperti tomat tanpa rasa dan wortel hambar).

Mengapa Kesehatan Tanah Penting untuk Nutrisi Makanan

Sayangnya, kandungan nutrisi dalam hasil panen tampaknya sulit meningkat dengan kondisi perubahan global saat ini.

Dengan menggunakan model yang memprediksi kadar karbon dioksida di udara pada tahun 2050, para peneliti memperkirakan kandungan protein pada kentang, beras, gandum, dan barley akan turun lagi sekitar 6-14 persen.

Hal ini diungkapkan dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Environmental Health Perspectives tahun 2017. Akibatnya, 18 negara bisa kehilangan lebih dari 5 persen protein dalam makanan mereka.

Ada perdebatan tentang apakah produk organik lebih bergizi daripada produk konvensional. Namun, menurut beberapa ilmuwan, perdebatan ini tidak relevan karena praktik pertanian dan paparan karbon dioksida antara keduanya cukup mirip.

Montgomery berpendapat bahwa pengaruh praktik pertanian pada kesehatan tanah adalah faktor yang lebih penting untuk melihat kandungan nutrisi tanaman. Kebanyakan studi yang membandingkan produk dari pertanian konvensional dan organik tidak mempertimbangkan kesehatan tanah, yang menurut Montgomery adalah faktor terpenting.

Salah satu cara untuk meningkatkan kesehatan tanah adalah dengan pertanian regeneratif, yaitu serangkaian praktik yang bertujuan memulihkan kesuburan tanah.

Studi di jurnal PeerJ: Life & Environment tahun 2022 menunjukkan bahwa pertanian regeneratif menghasilkan tanaman dengan kandungan bahan organik tanah yang lebih tinggi, skor kesehatan tanah yang lebih baik, dan kadar vitamin, mineral, serta fitokimia tertentu yang lebih tinggi.

Langkah pertama adalah mengurangi gangguan pada tanah, seperti mengurangi pengolahan tanah yang bisa mengurangi mineral.

Menanam tanaman penutup (tanaman yang ditanam untuk melindungi tanah) seperti semanggi, rumput gandum, atau vetch bisa membantu mencegah erosi dan menekan pertumbuhan gulma. Rotasi tanaman juga bisa meningkatkan kandungan nutrisi pada tanaman berikutnya.

Namun, cara paling sehat yang bisa dilakukan konsumen adalah tetap mengonsumsi berbagai jenis hasil panen. "Penurunan nutrisi tidak mencapai 50 persen. Jadi, jika Anda makan berbagai buah dan sayuran berwarna-warni, kebutuhan nutrisi Anda akan tetap terpenuhi," kata Kristi Crowe-White, profesor nutrisi dari University of Alabama.

Misalnya, kecil kemungkinan semua makanan Anda kekurangan beta karoten, yang diubah tubuh menjadi vitamin A. "Dengan makan berbagai buah dan sayuran, Anda bisa mengurangi dampak penurunan nutrisi ini," katanya.

"Secara umum, semua orang perlu makan lebih banyak buah, sayuran, dan biji-bijian utuh untuk kesehatan yang lebih baik," tambah Montgomery. Dengan variasi makanan, Anda bisa mendapatkan manfaat kesehatan yang lebih optimal.