"Mungkin terdengar remeh, tapi isu makanan telah menjadi masalah klasik dalam penjara Indonesia,” kata Leo.
Korupsi yang merajalela di penjara juga menjadi sumber masalah. Korupsi tidak hanya menyebabkan pada layanan yang buruk tapi juga memberi celah pada tahanan untuk melanggar aturan.
Merupakan pengetahuan umum bahwa tahanan di penjara-penjara Indonesia bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan asalkan mereka mau membayar. Hal ini menyebabkan penggunaan narkotika di penjara-penjara di Indonesia. Tahanan juga dapat mengakses telepon seluler yang sebenarnya dilarang di dalam sel.
Tindakan korup semacam ini menyebabkan pemberontakan di penjara, termasuk kerusuhan di penjara yang sama pada 2017. Kerusuhan terjadi setelah gawai milik tahanan, yang mengaku telah mendapat izin dari penjaga, disita.
Kurangnya penjagaan di penjara tingkat tinggi
Kelebihan jumlah narapidana juga menjadi masalah. Data terbaru dari Search for Common Ground menunjukkan ada 254.000 tahanan di 477 penjara yang hanya memiliki kapasitas untuk menampung 115.000 tahanan.
Masalah terlalu banyak narapidana ditambah dengan relatif rendahnya jumlah polisi membuat penjara-penjara rentan konflik.
“Penjara dengan keamanan tingkat tinggi di Indonesia gagal memenuhi rasio satu penjaga untuk (menjaga) empat tahanan,” kata Leopold.
Penjara dengan keamanan tingkat tinggi dikhususkan untuk pelanggar kejahatan berat seperti terorisme dan kasus narkoba.
Indonesia berencana memiliki lima fasilitas penjara keamanan maksimum untuk teroris dan narapidana narkoba di masa depan, menurut Leopold. Sejauh ini, dua penjara semacam itu ada di Nusa Kambangan, Jawa Tengah, sementara tiga lainnya masih dalam proses.
“Penjara-penjara ini harus mengikuti persyaratan khusus, termasuk ketebalan dinding dan pengaturan keamanan,” katanya.
Dari persyaratan untuk penjara keamanan maksimum, sulit untuk mengatakan bahwa penjara di Depok dapat masuk kategori tersebut, kata Leopold.