Antara Stres dan Depresi, Bagaimana Cara Kita Membedakannya?

By Gita Laras Widyaningrum, Jumat, 14 September 2018 | 16:04 WIB
Pengidap depresi biasanya mengalami kesedihan dalam jangka panjang. (kieferpix/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id – Meski gejala dan efeknya hampir mirip, namun ada perbedaan besar antara stres dan depresi.

Depresi merupakan masalah kesehatan mental yang umum, dapat menyebabkan periode kesedihan yang berkepanjangan dan memicu pikiran bunuh diri.

Di lain sisi, stres juga masalah yang umum dan serius, tapi ia sering diremehkan dan dianggap sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.

Beberapa ahli di bawah ini menunjukkan perbedaan utama antara stres dan depresi, serta tanda-tanda peringatan yang harus diwaspadai. Baik ketika dirasakan oleh diri sendiri, teman, anggota keluarga, dan rekan kerja.

Baca Juga : Banyak Orang Lebih Stres dan Sedih Sepanjang 2017, Tahun Terburuk?

Menjelaskan tentang depresi, psikiater dr. Dimitrios Paschos, mengatakan: “Depresi merupakan kondisi klinis yang memiliki beberapa gejala yang jelas. Ini merupakan penyakit umum yang cukup banyak menyerang populasi dunia. Sama seperti gangguan kardiovaskuler, depresi dikategorikan sebagai sebuah penyakit.”

Sementara itu, stres memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang. Apakah itu masalah keluarga, tekanan pekerjaan dan keuangan, juga kesepian -- stres hadir dalam jutaan bentuk.

Sesuatu yang dianggap seseorang sebagai tugas sehari-hari dan dapat diselesaikan dengan mudah, bisa menjadi sumber stres bagi yang lainnya. Jadi, menurut Paschos, stres lebih sulit untuk didefinisikan.

Ia menambahkan: “Stres bukan istilah yang kami rujuk dalam pengertian medis. Meski begitu, kami memiliki banyak cara untuk mengukur kecemasan. Banyak orang mengatakan ‘stres’ padahal sebenanrnya mereka berbicara tentang kecemasan.”

Kecemasan, dalam konteks klinis, berarti dua hal. Yang pertama, respons dari tubuh – misalnya ketika Anda merasa tegang, jantung berdebar lebih cepat, sulit menjaga keseimbangan, dan berkeringat ketika sesuatu yang buruk akan terjadi.

Selain itu, ada komponen berpikir. Biasanya orang-orang akan terus khawatir atau merenung. Dengan ini, stres bisa dikaitkan dengan masalah kecemasan.

Dalam kalimat yang lebih ringkas, ahli farmasi, Kevin Leivers, memaparkan perbedaannya: “Depresi adalah kesedihan terus menerus dalam jangka waktu yang panjang dan membutuhkan perawatan. Sementara stres terbentuk dari tekanan emosional dan mental.”

Meskipun mampu meningkatkan risikonya, namun stres sendiri tidak didefinisikan sebagai penyakit mental.

Dr. Jane Devenish, ahli farmasi dari NHS Standards and Services, mengakui bahwa gejala kedua kondisi ini terkadang memang saling tumpang tindih. Ia pun menjelaskan perbedaannya.

“Secara signifikan, depresi berbeda dari stres. Saat mengidap depresi, mood Anda selalu buruk dan itu memengaruhi kehidupan sehari-hari. Sementara, stres hanyalah salah satu pemicunya,” kata Devenish.

Sama seperti stres, depresi juga bisa menimbulkan gejala sakit fisik. Selain itu, gejala emosionalnya mengganggu konsentrasi dan cara Anda memandang diri sendiri.

Perbedaan utama lainnya adalah: pada depresi, seseorang benar-benar merasa putus asa, terisolasi, tidak merasa terhubung dengan orang lain, dan tak lagi menikmati kehidupannya. Jika tidak segera ditangani, depresi akan membuat seseorang ingin bunuh diri.

Baca Juga : Mengapa Banyak Orang Merasa Tidak Nyaman Saat Membicarakan Uang?

Orang-orang yang mengidap depresi, membutuhkan bantuan dari ahli. Bisa berupa obat-obatan atau terapi.

Jika Anda melihat teman atau keluarga yang menunjukkan tanda-tanda depresi seperti menarik diri dari lingkaran sosial, mengabaikan hal-hal yang biasanya disukai, dan selalu putus asa, jangan hakimi mereka.

“Jika Anda khawatir seseorang yang dikenal mengalami depresi, hal terbaik yang harus dilakukan adalah memastikan mereka tahu bahwa Anda peduli dan dapat bercerita kapan saja,” pungkas Devenish.