Zenobia, Ratu Pemberontak di Suriah yang Menantang Kekaisaran Romawi

By Gita Laras Widyaningrum, Jumat, 21 September 2018 | 14:54 WIB
Lukisan Zenobia yang dibuat oleh Herbert Gustave Schmalz pada 1888. (Fine Art Images/Age Fotostock via Natiobal Geographic)

Nationalgeographic.co.id – Pada abad ke-3 AD, Palmyra, kota kuno di Suriah, menjadi persinggahan para pedagang yang berpergian melintasi padang pasir. Ini membuat Palmyra cukup kaya dan mendapat julukan “The Pearl of the Desert”.

Palmyra terkenal akan bangunan-bangunan klasiknya seperti Arch of Triumph dan gedung teater. Sebelum 273 AD, kota tersebut terikat dengan otonomi Kekaisaran Romawi dan menjadi salah satu koloni mereka. Di Palmyra ini lah, Ratu Zenobia tinggal.

Sepanjang sejarah, ada perdebatan di antara para ahli terkait kehidupan Zenobia. The Augustan Histories yang tulis akhir era Romawi, menyatakan bahwa Zenobia berkaitan dengan Dinasti Ptolemaik Mesir, seperti Cleopatra. Sementara di Timur, sejawarawan Persia yakin bahwa Zenobia masih keturunan Arab.

Namun kini, para ahli sepakat bahwa Zenobia bukan berasal dari keduanya melainkan dari keluarga asli Palmyra di mana dia mendapat pendidikan yang baik. Menurut Edward Gibbon dalam karya klasiknya, The History of the Decline and Fall of the Roman Empire, Zenobia fasih dalam berbahasa Yunani, Suriah, dan Mesir.

Baca Juga : Las Soldaderas, Perempuan-perempuan Perkasa di Balik Revolusi Meksiko

Zenobia menikah dengan Odaenathus, pria keturunan Arab yang menjadi penguasa Palmyra sejak tahun 263.

Odaenathus melindungi Palmyra dari orang-orang Persia yang baru saja mengalahkan Kaisar Romawi, Valerian. Ia dengan berani menerobos garis perbatasan Persia dan memaksa mereka mundur ke wilayahnya sendiri.

Odaenathus berpura-pura setia kepada Kekaisaran Romawi dan mengklaim bahwa dia bekerja keras untuk mereka. Namun kemudian, diketahui bahwa Odaenathus memiliki motif untuk menjadi “Raja dari Timur” dan melepaskan Palmyra dari kekuasaan Romawi.

Gallienus, anak Valerian, telah menggantikan ayahnya sebagai Kaisar Romawi pada saat itu. Namun, karena posisi Romawi sangat lemah, Gallienus tidak memiliki pilihan lain selain menerima kekuasaan baru yang dibuat Odaenathus di wilayah Timur.

Foto udara Palmyra sebelum dikuasai ISIS pada 2015. (Ed Kashi/NGS via National Geographic)

Sayangnya, ketika Odaenathus sudah semakin dekat dengan keinginannya mendirikan Kekaisaran Palmyrene, dia menjadi korban pembunuhan yang dilakukan oleh kerabatnya sendiri.

Anak Odaenathus masih terlalu muda untuk memimpin tahta, oleh karena itu, Zenobia menyatakan dirinya sebagai penguasa wilayah Timur yang baru saja direbut dari Persia.