Nationalgeographic.co.id – Pada abad ke-3 AD, Palmyra, kota kuno di Suriah, menjadi persinggahan para pedagang yang berpergian melintasi padang pasir. Ini membuat Palmyra cukup kaya dan mendapat julukan “The Pearl of the Desert”.
Palmyra terkenal akan bangunan-bangunan klasiknya seperti Arch of Triumph dan gedung teater. Sebelum 273 AD, kota tersebut terikat dengan otonomi Kekaisaran Romawi dan menjadi salah satu koloni mereka. Di Palmyra ini lah, Ratu Zenobia tinggal.
Sepanjang sejarah, ada perdebatan di antara para ahli terkait kehidupan Zenobia. The Augustan Histories yang tulis akhir era Romawi, menyatakan bahwa Zenobia berkaitan dengan Dinasti Ptolemaik Mesir, seperti Cleopatra. Sementara di Timur, sejawarawan Persia yakin bahwa Zenobia masih keturunan Arab.
Namun kini, para ahli sepakat bahwa Zenobia bukan berasal dari keduanya melainkan dari keluarga asli Palmyra di mana dia mendapat pendidikan yang baik. Menurut Edward Gibbon dalam karya klasiknya, The History of the Decline and Fall of the Roman Empire, Zenobia fasih dalam berbahasa Yunani, Suriah, dan Mesir.
Baca Juga : Las Soldaderas, Perempuan-perempuan Perkasa di Balik Revolusi Meksiko
Zenobia menikah dengan Odaenathus, pria keturunan Arab yang menjadi penguasa Palmyra sejak tahun 263.
Odaenathus melindungi Palmyra dari orang-orang Persia yang baru saja mengalahkan Kaisar Romawi, Valerian. Ia dengan berani menerobos garis perbatasan Persia dan memaksa mereka mundur ke wilayahnya sendiri.
Odaenathus berpura-pura setia kepada Kekaisaran Romawi dan mengklaim bahwa dia bekerja keras untuk mereka. Namun kemudian, diketahui bahwa Odaenathus memiliki motif untuk menjadi “Raja dari Timur” dan melepaskan Palmyra dari kekuasaan Romawi.
Gallienus, anak Valerian, telah menggantikan ayahnya sebagai Kaisar Romawi pada saat itu. Namun, karena posisi Romawi sangat lemah, Gallienus tidak memiliki pilihan lain selain menerima kekuasaan baru yang dibuat Odaenathus di wilayah Timur.
Sayangnya, ketika Odaenathus sudah semakin dekat dengan keinginannya mendirikan Kekaisaran Palmyrene, dia menjadi korban pembunuhan yang dilakukan oleh kerabatnya sendiri.
Anak Odaenathus masih terlalu muda untuk memimpin tahta, oleh karena itu, Zenobia menyatakan dirinya sebagai penguasa wilayah Timur yang baru saja direbut dari Persia.
Ia menghukum mati semua yang bertanggung jawab atas kematian suaminya. Zenobia juga mengambil keuntungan dari kekalahan Roma dan berusaha membuat Palmyra sejajar dengan kekaisaran tersebut – permintaan status ini akhirnya disepakati oleh Kaisar Romawi selanjutnya, Claudius Gothicus.
Sedikit demi sedikit, dipandu oleh kebijaksanaan para penasihatnya, Zenobia semakin memisahkan Palmyra dari Roma. Ia kemudian menguasai seluruh wilayah Suriah dan sebagian Anatolia (Turki pada saat itu).
Zenobia memimpin barisan pasukannya menuju Mesir dan menguasai Alexandria. Kemudian, pada tahun 270, ia memiliki kontrol penuh atas Mesir beserta semua kekayaannya. Kekuasaan Zenobia seperti tidak bisa terkalahkan.
Namun, pemimpin Kekaisaran Romawi selanjutnya berbeda dengan pendahulunya. Lucius Domitus Aurelianus merupakan pria militer yang disiplin dan dipuji-dipuji di Roma karena keganasannya saat bertempur. Selama empat tahun kepemimpinannya, Lucius berhasil memenangkan perang dengan Goth dan mengembalikan kekuasaan Romawi di Gaul, Britannia, dan Hispania.
Baca Juga : Kisah Putri Diana dan Paparazi yang Tak Pernah Berhenti Mengejarnya
Awalnya, pembangkangan terbuka yang dilakukan Zenobia tidak dianggap masalah besar oleh Lucius. Namun, fakta bahwa seorang penguasa wanita berhasil melakukan, hal tersebut membuat Kaisar Romawi ini marah.
Lucius kemudian menyerang Palmyra dan mengambil kembali wilayah-wilayah yang sebelumnya direbut oleh Zenobia.
Ketika orang-orang Roma mengepung kotanya, Zenobia mengirim surat terbuka dan menantang Kekaisaran Romawi. Ia yakin bahwa panah dan kavalerinya mampu melawan pasukan Lucius. Namun ternyata, Kekaisaran Romawi menggandakan pasukannya dan Palmyra pun dipaksa menyerah.
Hingga kini, kematian Zenobia masih menjadi misteri. Para sejarawan berpendapat bahwa sang ratu bunuh diri karena tidak ingin ditangkap dan dibunuh oleh orang-orang Romawi. Namun, ada juga yang mengatakan kalau Zenobia dipenggal di Roma. Sementara itu, hipotesis lainnya percaya Zenobia akhirnya menikah dengan senator dari Romawi.