Nationalgeographic.co.id - Akun Facebook kembali dibobol oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Sebanyak 50 juta akun diretas dan baru diketahui oleh Facebook pada Selasa (25/9/2018) lalu.
Kasus pencurian data oleh Cambridge Analytica seakan membuka isu lemahnya keamanan di perusahaan raksasa ini. Hal ini diumumkan oleh Guy Ronsen, Vice President of Product Management Facebook melalui blog resmi Facebook.
“Tim engineer kami menemukan isu keamanan yang berdampak pada 50 juta akun," kata Ronsen.
Menurut Rosen, kejadian ini dilakukan melalui eksploitasi tiga celah (bug) pada Facebook sejak tahun 2017 lalu. Pertama kali yang ditemukan adalah celah pada “View As”, yakni fitur privasi untuk melihat seperti apa profil mereka bila dilihat oleh orang lain.
Baca Juga : Temuan Planet Nakal, Tidak Mengorbit Bintang dan 12 Kali Lebih Besar dari Jupiter
Celah ini membuat peretas dapat mencuri token akses untuk menguasai akun pengguna. Dengan memegang token ini, para peretas dapat selalu berada dalam keadaan "log in" pada akun tersebut.
Celah kedua terdapat pada fitur pengunggah video. Celah ini adalah efek domino dari celah pertama. Dengan adanya celah ini, pengguna terdorong mengunggah video ulang tahun dalam mode "view as". Dalam mode ini seharusnya pengguna tidak bisa melakukan aksi apapun.
Celah ketiga, yang juga muncul sebagai efek domino celah-celah sebelumnya, adalah beralihnya token akses dari pengguna (sebagai viewer dalam fitur "view as").
Guy Rosen mengatakan bahwa kombinasi dari ketiga celah inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para peretas untuk mengambil alih akun pengguna. "Kami menanggapi ini dengan serius dan ingin semua orang tahu apa yang terjadi. Kami juga mengambil tindakan cepat untuk melindungi keamanan,” tambah Ronsen.
Facebook kemudian melakukan penyetelan ulang pada token akses 90 juta pengguna. 50 Juta token yang terdampak dan 40 juta token akun yang rentan pada celah ini. Bahkan Facebook juga mematikan fitur "view as" hingga waktu yang belum ditentukan.
Facebook kini harus menanggung konsekuensi, sahamnya anjlok sebanyak 5 persen menjadi 162,57 dollar AS atau sekitar 2,3 juta per saham. Facebook yang merupakan satu dari empat teknologi terbesar di bursa Wall Street harus kehilangan 13 miliar dollar AS atau setara 193 triliun rupiah.
Di sisi lain, rekan-rekannya mengalami pertumbuhan bisnis yang signifikan dari tahun ke tahun. Seperti saham aham Amazon naik 69 persen sepanjang 2018, Alphabet naik 12 persen dan Netflix naik 86 persen.
Facebook menjadi satu-satunya yang hingga kini minus 9 persen. Tampaknya para investor mulai resah dengan kredibilitas Facebook.
Sebelumnya, jejaring sosial milik Mark Zuckerberg seringkali mengalami kebobolan data yang meruntuhkan kepercayaan pengguna.
Baca Juga : Hasil Gambar Citra Satelit Sebelum dan Sesudah Gempa Sulawesi Tengah
Selain itu, pada 2016 lalu, Facebook terbukti bertanggung jawab dalam memenangkan Donald Trump pada Pilpres AS. Berita palsu mengenai Donald Trump sempat viral di Facebook dan dibiarkan begitu saja sehingga hal tersebut menguntungkan Trump.
Masih berhubungan dengan Pilpres AS, firma Cambridge Analytica yang membantu kampanye kemenangan Donald Trump ternyata telah mencuri 87 juta data pribadi pengguna Facebook.
Kasus ini sempat menghebohkan dunia global, termasuk Indonesia. Hal ini karena data yang dicuri tidak hanya pengguna yang berada di Amerika Serikat, melainkan tersebar di berbagai negara.
Kini, Facebook masih terus menyelidiki kasus peretasan ini, selagi melakukan upaya untuk meningkatkan keamanan data pengguna.