Tak lama, kepala dinas keamanan federal Rusia, Nikolai Patrushev mengatakan, kehidupan para pemberontak akan terjamin jika mereka membiarkan dan melepaskan para sandera.
Kelompok Chechnya tampaknya mengabaikan pernyataan tersebut dan mengancam akan mulai membunuh para sandera sebelum fajar. Hal ini disampaikan oleh juru bicara untuk musikal yang sebelumnya sudah berbicara dengan seorang aktor yang ikut disandera.
Kemudian pada 26 Oktober pukul 5 pagi, para pemberontak membunuh dua sandera dan melukai dua lainnya. Para pejabat Rusia segera bertindak dengan melakukan negosiasi kembali dengan para pemberontak, tetapi gagal dengan cepat.
Karena upaya terakhir ini tidak berhasil, dengan terpaksa gas dilepaskan di dalam gedung dan tim pasukan khusus segera masuk.
Setelah 57 jam penyanderaan, 50 pemberontak tewas dan sekitar 750 sandera dibebaskan. Sebanyak 90 sandera dilaporkan tewas.
Namun, keesokan harinya, korban tewas bertambah menjadi 118 orang. Kepala dokter kesehatan masyarakat Moskow, Andrei Seltsovsky, mengatakan bahwa mereka meninggal akibat menghirup gas. Hingga kini, pihak militer Rusia menolak untuk mengungkapkan komposisi gas itu.
Baca Juga : Peluru dan Nyawa: Menilik Teori Peluru Tunggal dalam Pembunuhan JFK
Seltsovskiy dan Presiden Vladimir Putin sendiri menegaskan bahwa gas tersebut tidak dapat menyebabkan kematian, tetapi untuk nama dan formula kimianya tetap dirahasiakan.
Banyak yang berasumsi bahwa gas tersebut mengandung fentanyl—zat opioid yang ratusan kali lebih kuat daripada morfin. Zat yang termasuk golongan narkotika tersebut dapat menyebabkan overdosis yang fatal.
Setelah peristiwa penyanderaan di teater, presiden Putin semakin menekan Chechnya, menuduh mereka dengan tuduhan penculikan, penyiksaan, dan kekejaman lainnya.
Menanggapi pernyataan tersebut, penduduk Chechen melanjutkan serangan teroris di Rusia, termasuk dugaan bom bunuh diri di kereta bawah tanah Moskow pada Februari 2004 serta penyanderaan di sekolah Beslan pada bulan September 2004.