Nationalgeographic.co.id - Enam belas tahun lalu, tepatnya pada 23 Oktober 2002, telah terjadi peristiwa penyanderaan yang dilakukan oleh 50 pasukan Chechnya yang dikepalai oleh pemimpin milisi Chechnya Movsar Barayev. Lebih dari 850 orang disandera dalam peristiwa ini.
Saat itu, babak kedua musikal "Nord Ost" baru saja akan di mulai di Istana Kebudayaan Ball-Bearing Plant Moskow. Tiba-tiba, seorang pria bersenjata berjalan masuk ke atas panggung dan menembakan senjata ke udara. Para pemberontak dan termasuk sejumlah wanita dengan bahan peledak yang diikat ke tubuh mereka—mengidentifikasi diri mereka sebagai anggota Tentara Chechnya.
Pemberontak tiba di Moskow dengan membawa lebih dari 100 kilogram bahan peledak, sekitar 100 granat, tiga bom berat, 18 senapan serbu Kalashnikov, dan 20 pistol.
Mereka meletakkan berbagai bahan peledak di dalam gedung untuk membunuh diri mereka sendiri beserta ratusan sandera lainnya. Ini dilakukan sebagai bentuk tuntutan mereka agar pasukan Rusia mundur dan menarik diri dari wilayah Chechnya.
Tidak hanya penonton, para pemain juga ikut disandera. Beberapa pemain yang telah beristirahat di belakang panggung melarikan diri melalui jendela yang terbuka dan segera memanggil polisi. Secara keseluruhan, sekitar 90 orang berhasil melarikan diri dari gedung tersebut.
Baca Juga : Ajak Masyarakat Peduli Lingkungan, Aksi #SayaPilihBumi Kembali Digelar
Saluran TV satelit Al-Jazeera yang berbasis di Qatar sempat menyiarkan pernyataan beberapa penyandera.
"Aku bersumpah demi Tuhan, kami lebih ingin mati daripada kau ingin hidup," kata seorang penyandera pria berpakaian hitam dalam siaran itu.
"Kita masing-masing bersedia mengorbankan dirinya demi Tuhan dan kemerdekaan Chechnya."
Para pemberontak mengidentifikasi diri mereka sebagai skuad bunuh diri dari "Divisi 29". Mereka mengatakan tidak memiliki dendam terhadap warga negara asing dan berjanji untuk membebaskan siapa saja yang menunjukkan paspor sebagai bukti bahwa mereka berasal dari negara lain.
Terdapat 75 orang asing dari 14 negara yaitu, Australia, Jerman, Belanda, Ukraina, Inggris dan Amerika Serikat.
Pada 25 Oktober, salah seorang pejabat keamanan mengatakan bahwa para teroris telah setuju untuk membebaskan semua orang asing di antara para sandera. Namun, negosiasi yang dilakukan selanjutnya gagal dan pembebasan sandera dibatalkan.
Tak lama, kepala dinas keamanan federal Rusia, Nikolai Patrushev mengatakan, kehidupan para pemberontak akan terjamin jika mereka membiarkan dan melepaskan para sandera.
Kelompok Chechnya tampaknya mengabaikan pernyataan tersebut dan mengancam akan mulai membunuh para sandera sebelum fajar. Hal ini disampaikan oleh juru bicara untuk musikal yang sebelumnya sudah berbicara dengan seorang aktor yang ikut disandera.
Kemudian pada 26 Oktober pukul 5 pagi, para pemberontak membunuh dua sandera dan melukai dua lainnya. Para pejabat Rusia segera bertindak dengan melakukan negosiasi kembali dengan para pemberontak, tetapi gagal dengan cepat.
Karena upaya terakhir ini tidak berhasil, dengan terpaksa gas dilepaskan di dalam gedung dan tim pasukan khusus segera masuk.
Setelah 57 jam penyanderaan, 50 pemberontak tewas dan sekitar 750 sandera dibebaskan. Sebanyak 90 sandera dilaporkan tewas.
Namun, keesokan harinya, korban tewas bertambah menjadi 118 orang. Kepala dokter kesehatan masyarakat Moskow, Andrei Seltsovsky, mengatakan bahwa mereka meninggal akibat menghirup gas. Hingga kini, pihak militer Rusia menolak untuk mengungkapkan komposisi gas itu.
Baca Juga : Peluru dan Nyawa: Menilik Teori Peluru Tunggal dalam Pembunuhan JFK
Seltsovskiy dan Presiden Vladimir Putin sendiri menegaskan bahwa gas tersebut tidak dapat menyebabkan kematian, tetapi untuk nama dan formula kimianya tetap dirahasiakan.
Banyak yang berasumsi bahwa gas tersebut mengandung fentanyl—zat opioid yang ratusan kali lebih kuat daripada morfin. Zat yang termasuk golongan narkotika tersebut dapat menyebabkan overdosis yang fatal.
Setelah peristiwa penyanderaan di teater, presiden Putin semakin menekan Chechnya, menuduh mereka dengan tuduhan penculikan, penyiksaan, dan kekejaman lainnya.
Menanggapi pernyataan tersebut, penduduk Chechen melanjutkan serangan teroris di Rusia, termasuk dugaan bom bunuh diri di kereta bawah tanah Moskow pada Februari 2004 serta penyanderaan di sekolah Beslan pada bulan September 2004.