Alam, Manusia, dan Masa Depan dari Lukisan Raden Saleh

By Tiara Syabanira Dewantari, Kamis, 1 November 2018 | 09:58 WIB
lukisan Megamendung karya RS (Christie's)

Raden Saleh Sjarif Boestaman atau biasa dikenal dengan Raden Saleh, lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada dekade awal abad ke-19. Ia adalah sosok pria yang memiliki peran besar terhadap perkembangan seni rupa di Indonesia. Bahkan bisa dikatakan, Saleh menjadi seniman pertama yang terkenal di Indonesia. Keahlian Saleh dalam bidang menggambar mulai menonjol saat ia berusia 9 tahun. Bakat itu ditemukan oleh A.A.J. Paijen, seorang murid dari seniman ternama dari Brussels.

Selama masa hidupnya, Saleh telah menjelajah ke berbagai negara seperti Eropa, Belanda, Jerman, Prancis, bahkan ia sempat menetap di Italia dan Inggris. Saleh menjadi satu-satunya orang berpendidikan asal Indonesia yang diperbolehkan menjelajah Eropa oleh kolonial Belanda.

Werner Kraus, membagikan ceritanya di acara Christie’s Hong Kong Autumn 2018 Sale yang diselenggarakan di Grand Hyatt Hotel, Jakarta Pusat pada 25 Oktober lalu. Ia bercerita bahwa Saleh mengalami berbagai macam perubahan dalam gaya melukisnya. Selama di Jawa, Saleh melukis tentang potret dan pemandangan. Di Eropa, ia beralih menjadi membuat lukisan perburuan binatang. Namun gaya melukis seperti itu bukanlah milik Saleh yang sesungguhnya.

Baca Juga : Kehabisan Bahan Bakar, Teleskop Kepler Akhiri Misi Luar Angkasa

Kraus menambahkan, "Semua lukisan mengenai harimau, singa, dan perkelahian hewan yang pernah dibuatnya, itu semua bukan Raden Saleh yang sesungguhnya. Ia melukis semua itu untuk masyarakat Eropa yang menyukai aksi dan drama."

Werner Kraus (Vinsensia Pintaria)

Saat kembali ke Indonesia pada tahun 1852, Saleh memutuskan untuk berhenti melukis tentang perburuan. Ia kembali melukis potret dan pemandangan. Berbeda dengan lukisan pemandangan pada umumnya yang hanya menampilkan keadaan alam, Saleh turut serta menampilkan manusia sebagai bagian kecil dalam lukisannya. Contohnya, lukisan Merapi Eruption by Day dan Merapi Eruption by Night yang ia buat pada tahun 1865.

"Jika Anda melihat lukisan miliknya, Anda harus melihat secara teliti agar dapat menemukan manusia di dalamnya. Biasanya ia akan lebih menonjolkan alam, sedangkan manusia hanya bagian kecil di dalamnya," ujar Kraus. "Tangan-tangan kecil merangkak di atas permukaan bumi selama beberapa tahun, yang kemudian semua itu akan musnah dan hanya tersisa merapi itu sendiri."

Baca Juga : Viral Video Tanah 'Bernapas' di Hutan Kanada, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Salah satu lukisan pemandangan karya Saleh lainnya yang berjudul Mail Station at the Bottom of Mount Megamendung turut dilelangkan dalam acara Christie’s Hong Kong Autumn 2018 Sale. Sangat langka. Lukisan pemandangan Raden Saleh ini berbeda dengan lukisan-lukisan karyanya yang lain karena tidak tersedia pada acara pelelangan langsung.

Raden Saleh Sjarief Boestaman (1811-1880), yang difoto oleh Woodbury & Page sekitar 1872. (Koleksi Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV))

Ada tiga versi dari lukisan Mail Station at the Bottom of Mount Megamendung. Versi pertama dilukis oleh Saleh pada tahun 1871 menunjukkan kantor pos yang bernama Tugu yang terletak di bawah. Versi kedua dilukis pada lokasi dan waktu yang sama, menunjukkan pemandangan matahari terbenam yang memberikan efek indah terhadap hutan di Jawa pada abad ke-19 akhir. Lukisan versi kedua ini telah menjadi bagian dari koleksi museum Ehrenburg Castle, Jerman. Versi ketiga dibuat pada tahun 1879, versi inilah yang akan dilelangkan dengan harga sekitar USD$1,8 - 2,56 juta atau sekitar Rp27 - 38,4 milyar.

Sembari menunjuk lukisan, Kraus menjelaskan bahwa lukisan ini memberikan kritikan halus mengenai suasana kolonial pada masa itu. "Anda bisa melihat beberapa orang Sunda dan Belanda. Siapa yang berjalan, siapa yang mengendarai kuda, siapa yang duduk di gerbong, semua itu ditampilkan sangat jelas. Orang-orang sunda sedang berjalan membawa barang-barang, sedangkan orang-orang Belanda mengendarai kuda ataupun duduk di gerbong," kata Kraus. Kemudian dia menambahkan. "Ini seperti kritik halus mengenai suasana kolonial pada masanya."

Baca Juga : Rasa Es Krim Dapat Menunjukkan Kepribadian Seseorang, Anda yang Mana?

Lukisan ini mengandung makna tersendiri. Kraus mengatakan, Saleh seakan telah ‘meramalkan’ kehancuran alam yang disebabkan oleh tangan manusia. Saleh telah mengekspresikannya melalui lukisan yang ia buat hampir 150 tahun yang lalu. Menurut Kraus, inilah Raden Saleh yang sesungguhnya.

"Menurut hemat saya, ini adalah Raden Saleh yang sesungguhnya. Ini adalah Raden Saleh dari Jawa, yang sangat mencintai kampung halamannya, sangat mencintai alam Indonesia, dan ia menunjukkannya melalui lukisan-lukisannya." ucap Kraus mengakhiri penjelasannya.