Nationalgeographic.co.id - Saat ini kita tengah bergulat dengan perubahan iklim. Penting untuk diingat bahwa ini bukan kali pertama perubahan iklim mengancam kehidupan.
Di masa lampau, ada banyak peradaban-peradaban kuno yang runtuh akibat tak mampu bertahan dari gempuran perubahan iklim. Berikut di antaranya:
Peradaban leluhur Pueblo, Amerika kuno
Leluhur Pueblo, yang dijuluki Anasazi oleh suku Navajo merupakan salah satu contoh peradaban yang punah karena perubahan iklim. Setelah mendominasi dataran tinggi Colorado di tempat-tempat seperti Chaco Canyon dan Mesa Verde, bangsa Pueblo meninggalkan rumah khas mereka sekitar abad ke 12 hingga 13 dan tak jelas mengapa mereka pergi.
Ada bukti-bukti peperangan, pengorbanan manusia dan kanibalisme. Namun, banyak ilmuwan berspekulasi bahwa lingkungan yang rusak akibat perubahan iklim merupakan penyebab utama kepergian mereka.
Baca Juga : Mumi Mesir Berusia 3000 Tahun Ditemukan Dalam Keadaan Hampir Sempurna
Menurut NOAA bidang Paleoklimatologi, penurunan populasi bangsa Pueblo di Mesa Verde dan Chaco Canyon bertepatan dengan musim kemarau berkepanjangan yang terjadi di San Juan Basin antara tahun 1130 dan 1180.
Kurangnya curah hujan dikombinasikan dengan lingkungan yang terlalu dieksploitasi mungkin telah menyebabkan kekurangan pangan.
Metode irigasi orang-orang Chaco pun tak mampu mengatasi kekeringan yang berkepanjangan. Tekanan dari kaum Chaco dan pendatang-pendatang baru lambat laun menyebabkan disintegrasi sosial yang menyebabkan kepunahan peradaban bangsa Pueblo.
Kekaisaran Khmer Kamboja Kuno
Pertama kali didirikan pada abad ke-9, Angkor Wat pernah menjadi pusat praindustri terbesar di dunia. Sebagai kebanggaan dan lambang kekuasaan Kekaisaran Khmer, kota ini terkenal dengan kekayaan yang melimpah, warisan seni dan arsitektur yang mewah, jaringan saluran air yang canggih, serta waduk yang dioptimalkan untuk menyimpan air hujan untuk musim kemarau.
Namun, pada abad ke-15, kota menakjubkan ini dipenuhi limbah akibat eksploitasi lingkungan berlebih dan krisis air yang disebabkan oleh fluktuasi iklim.
Seperti yang dikatakan ilmuwan Mary Beth Day kepada Live Science, “Angkor dapat menjadi contoh bahwa teknologi tak selalu cukup untuk mencegah keruntuhan peradaban selama masa-masa yang tak stabil.”
Angkor memiliki infrastruktur pengelolaan air yang sangat canggih, tetapi keberadaan teknologi ini tak cukup mencegah keruntuhan peradaban dalam menghadapi kondisi lingkungan yang ekstrim.!break!
Pemukim Viking, Greenland
Dulu Christoper Colombus sering dielu-elukan sebagai orang Eropa pertama yang “menemukan” Amerika Utara. Sekarang, diterima secara luas bahwa bangsa Viking dari Skandinavia telah mendahului Colombus lebih dari 500 tahun. Meskipun peradaban awal di ujung selatan Greenland berkembang selama bertahun-tahun, namun mereka mulai mengalami penurunan sekitar abad ke-14.
Para ilmuwan dan sejarawan memiliki beberapa teori tentang kemungkinan penyebab kemerosotan peradaban, yang mungkin berpangkal pada perubahan iklim.
Kedatangan bangsa Viking di Greenland bertempatan dengan periode pertengahan yang hangat, sekitar tahun 800-1200 Masehi. Selama masa ini, iklim Greenland yang biasanya amat dingin menjadi relatif hangat sehingga penduduknya bisa hidup dari bercocok tanam. Namun, ketika iklim Greenland kembali dingin dan menjadi ‘zaman es kecil’, pemukiman Viking mulai mengalami kemunduran. Pada pertengahan tahun 1500, semua pemukim Viking pindah untuk mencari daerah yang lebih hangat.
Peradaban Lembah Indus, Pakistan
Apa yang menyebabkan kehancuran peradaban mereka?
Dua abad kekeringan tanpa henti. Para ilmuwan sampai pada kesimpulan ini setelah mempelajari lapisan-lapisan sedimen danau kuno yang dikenal sebagai Kotla Dahar.
Dikutip dari Scientific American, “Kotla Dahar merupakan cekungan tertutup, hanya diisi oleh limpahan air hujan tanpa saluran keluar. Dengan demikian, hanya curah hujan dan penguapan yang menentukan volume air. Selama masa kering, isotop Oksigen-16, yang lebih ringan, menguap lebih cepat dibanding Oksigen-18, sehingga air yang tersisa di danau, menjadi kaya akan Oksigen-18.”
Baca Juga : Puluhan Jejak Reptil dari Ratusan Tahun Lalu Ditemukan di Grand Canyon
Rekonstruksi tim menunjukkan lonjakan jumlah Oksigen-18 antara 4.200 dan 4.000 tahun lalu. Hal ini menunjukan bahwa curah hujan menurun secara drastis selama waktu itu. Selain itu, data mereka juga menunjukkan bahwa musim hujan regular juga berhenti selama hampir 200 tahun.
Penurunan peradaban ini bertepatan dengan kekeringan yang juga dialami oleh peradaban di Mesir dan Yunani di kisaran waktu yang sama.!break!
Peradaban Maya di Meksiko
Keruntuhan bangsa Maya pada abad ke-8 dan 9 telah memikat para peneliti selama bertahun-tahun. Walaupun para ahli dengan cepat menunjukkan bahwa peradaban Maya tidak ‘runtuh’ secara teknis, ada banyak misteri yang masih menyelubungi peninggalan bangsa Maya, seperti piramida besar, istana dan observatorium.
Ada banyak teori yang mencoba menjelaskan apa yang terjadi, dari wabah penyakit hingga invansi bangsa asing. Teori paling terkemuka yakni bahwa perubahan iklim menyebabkan kekeringan ekstrim yang berlangsung hingga 200 tahun.
Karena banyak dari kota-kota besar bangsa Maya yang terletak di gurun musiman, mereka sepenuhnya bergantung pada sistem penyimpanan air hujan yang luas dan kompleks.
Setiap fluktuasi rata-rata curah hujan tahunan memiliki konsekuensi. Kota-kota menderita kekeringan selama berabad-abad, membuat warganya tersebar dan terfragmentasi.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR