Nationalgeographic.co.id - Neurosains telah menemukan hubungan yang jelas antara musik dan penguasaan bahasa. Sederhananya, belajar musik di tahun-tahun awal sekolah dapat membantu anak-anak belajar membaca.
Musik, Bahasa, dan Otak
Proses pengembangan kemampuan bermusik dan berbahasa tumpang tindih di otak. Dari perspektif evolusi, otak manusia mengembangkan kemampuan bermusik jauh lebih dahulu sebelum adanya bahasa dan kemudian menggunakan pemrosesan itu untuk menciptakan dan mempelajari bahasa.
Saat lahir, bayi memahami bahasa seolah-olah bahasa adalah musik. Mereka memberikan respons pada irama dan melodi dari bahasa sebelum mereka mengerti apa arti dari kata-kata yang diucapkan
Baca Juga : Bencana Alam Hingga Perpecahan Politik, Ancaman Terbesar yang Dihadapi Dunia di 2019
Bayi dan anak-anak meniru bahasa dengan menggunakan elemen irama dan melodi tadi. Gaya bicara bernyanyi inilah yang kita kenal dan kita cintai pada balita.
Anak yang memiliki keterampilan musik dapat memiliki kemampuan membaca yang lebih baik
Kemampuan membaca meliputi kemampuan berbicara, dan untuk belajar untuk dapat berbicara, anak-anak harus terlebih dahulu dapat membedakan suara ucapan dari suara lainnya. Musik membantu mereka melakukan hal tersebut.
Membaca pada dasarnya adalah proses memberikan arti pada kata-kata yang ada di dalam suatu tulisan. Ada beberapa keterampilan yang membantu kita untuk menemukan arti kata-kata tadi. Salah satunya keterampilan untuk membedakan antara suara yang terdengar dalam kata-kata, dan kelancaran membaca.
Kelancaran dalam membaca mencakup kemampuan untuk menyesuaikan pola tekanan dan intonasi sebuah frasa, seperti dari marah menjadi bahagia, serta kemampuan untuk memilih nada suara yang tepat, seperti kata tanya dan kata seru. Keterampilan dalam membedakan intonasi ini dapat ditingkatkan dengan latihan musik.
Anak yang memiliki keterampilan musik juga memiliki keterampilan membaca yang lebih baik. Musik juga dapat memberikan kita petunjuk mengenai kesulitan yang dihadapi anak ketika membaca.
Sebuah penelitian menemukan bahwa anak berumur tiga atau empat tahun yang dapat mengikuti irama musik dengan stabil lebih siap untuk membaca pada umur lima tahun dibanding dengan anak yang tidak dapat mengikuti irama musik pada kelompok umur yang sama.
Apa yang Orang Tua dan Guru dapat lakukan
Belajar bahasa dimulai dari sejak dini ketika orang tua berbicara dan menyanyi kepada anak-anak mereka. Ikatan antara bayi dengan orang tua dan komunitasnya utamanya terbentuk melalui suara, jadi Anda bernyanyi untuk bayi Anda dapat membentuk ikatan dengan mereka dan merangsang jaringan pendengaran mereka.
Membawa balita ke kelas musik dengan kurikulum yang baik dan berkualitas tinggi setiap minggu akan membangun keterampilan bermusik yang terbukti sangat efektif dalam membantu proses belajar membaca. Sangat penting untuk mencari kelas dengan kegiatan yang mencakup gerakan dan menyanyi. Mereka harus menggunakan instrumen musik–atau mainan yang mengeluarkan musik–yang berkualitas baik.
Baca Juga : Langka, Kadal Lidah Biru Berkepala Dua Ditemukan di Australia
Ketika mereka menuju masa prasekolah (PAUD)–waktu yang dianggap penting untuk mengembangkan bahasa anak-anak–cari program pembelajaran musik dengan kurikulum yang baik dan diberikan setiap hari oleh pendidik yang berkualitas. Lagu-lagu, irama, dan aktivitas ritmik yang diberikan anak-anak kita di prasekolah dan tempat penitipan anak sebenarnya mempersiapkan mereka untuk membaca.
Program musik harus membangun kemampuan bermusik anak secara bertahap. Mereka harus mendorong anak anak untuk bernyanyi sesuai dengan melodi, menggunakan instrumen dan selanjutnya mengenai bentuk-bentuk musik yang terstruktur dan juga improvisasi musik.
Anak-anak juga harus diajari untuk membaca notasi musik dan simbol saat mempelajari musik. Pembelajaran ini memperkuat koneksi antara simbol dan suara, yang juga penting dalam membaca kata-kata.
Yang terpenting, mempelajari musik secara aktif adalah kunci belajar bahasa yang baik. Hanya mendengarkan musik saja tidak banyak membantu perkembangan bahasa anak-anak, malahan dapat menghambat kemampuan mereka untuk membedakan kata-kata.
Hal ini bukan berarti anak-anak membutuhkan kesunyian untuk belajar. Sebaliknya, mereka membutuhkan berbagai suara di sekitar mereka dan kemampuan untuk memilih apa yang dibutuhkan oleh otak mereka dalam memberikan stimulasi buat pendengaran mereka. Beberapa siswa membutuhkan suara untuk dapat fokus, sedangkan beberapa siswa lainnya membutuhkan keheningan. Setiap preferensi tadi dipengaruhi oleh jenis pembelajaran yang mereka lakukan.
Suara di sebuah ruangan tidak hanya dipengaruhi tingkat kebisingan. Hal ini juga berkaitan dengan kualitas suara yang timbul. Rem yang melengking setiap tiga menit, AC yang keras, musik yang bisa membantu sebagian orang tapi menggangu sebagian yang lain, serta suara-suara lainnya, semua berdampak pada kemampuan anak untuk belajar
Guru dapat memperbolehkan siswanya untuk antusias dalam pelajaran yang diberikan dengan membuat kebisingan dalam batas yang wajar, namun sediakan headphone untuk menyaring suara di ruang kelas Anda bagi siswa yang membutuhkannya.
Musik Bagi Semua
Jaringan sistem pendengaran kita adalah sistem yang pertama dan terbesar di dalam otak kita yang berfungsi untuk mengumpulan informasi. Musik dapat meningkatkan kemampuan jaringan yang membantu pemrosesan bahasa dalam otak. Musik mempersiapkan anak-anak untuk belajar membaca serta mendukung hobi membaca mereka.
Baca Juga : Indonesia Ungguli India, Singapura Hingga Dubai Sebagai Negara Paling Instagramable
Sayangnya, anak dari keluarga atau komunitas terpinggirkan yang mungkin tidak mendapatkan pelajaran musik yang baik di sekolahnya. Padahal, penelitian menunjukkan bahwa merekalah yang dapat memperoleh manfaat terbesar dari pembelajaran musik.
Sementara kita mencari cara untuk meningkatkan hasil pembelajaran membaca dari anak-anak, lebih banyak pendidikan musik pada masa prasekolah (PAUD) dan sekolah dasar mungkin dapat menjadi salah satu cara yang dapat kita tempuh.
Artikel ini diterjemahkan dari edisi Bahasa Inggris oleh Ariza Muthia
Anita Collins, Adjunct assistant professor, University of Canberra dan Misty Adoniou, Associate Professor in Language, Literacy and TESL, University of Canberra
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR