Nationalgeographic.co.id - “Saya mengidentifikasi korban kriminalitas alam liar—jika korbannya burung.” Begitulah ahli ornitologi forensik Pepper Trail menjabarkan pekerjaannya.
Tugasnya jelas mengerikan. Pertama-tama Trail meneliti barang bukti—kantong berisi tulang-belulang dan bulu-bulu, atau bahkan seluruh bangkai, yang dikirimkan oleh agen penegak hukum kehidupan liar dari lapangan.
Baca Juga : Tari Gandrung Banyuwangi, Identitas Budaya dan Daya Tarik Pariwisata Dunia
Selanjutnya, dia membuat analisis. Kadang-kadang Trail langsung mengenali spesies yang diperiksanya; jika tidak, dia melakukan pemeriksaan panjang.
Saat Trail berhasil mengidentifikasi spesies itu, tugasnya selesai. Koleganya akan meneliti lebih jauh jika diperlukan, mengisolasi DNA atau memastikan penyebab kematian.
Seringnya burung itu adalah korban penembakan atau jerat. Yang lain mati saat diselundupkan, atau dibunuh untuk dijadikan hiasan atau azimat; Trail telah lama melacak chuparosa, sebutan orang Meksiko untuk burung kolibri kering sebagai azimat cinta.
Baca Juga : Akibat Kekeringan, Ratusan Flamingo di Afrika Selatan Terpaksa Dipindahkan
Trail harus tetap objektif dalam menangani sekitar 100 kasus kriminalitas burung dalam setahun, walaupun kadang-kadang emosinya tersulut.
Mengetahui bahwa seekor binatang “mati dengan cara mengerikan” tidak mudah untuk diterima, ungkapnya.
“Namun, saya mendapatkan kepuasan saat bisa menarik perhatian publik pada suatu isu, misalnya chuparosa.”
Penulis: Catherine Zuckerman
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Warsono |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR