Nationalgeographic.co.id - Kakek-nenek dan orang tua kita sering bercerita tentang amandel mereka yang diangkat ketika masih kecil. Namun, bagi orang yang lahir pada 1960-an dan setelahnya, cerita operasi yang sering didengar adalah gigi geraham ketiga, atau gigi bungsu, yang dicabut.
Sebagai ilmuwan yang meneliti evolusi dan perkembangan bentuk muka dan gigi manusia dan binatang, tiap kali saya bertanya ke banyak orang dalam satu forum apakah gigi bungsu mereka pernah dicabut, setidaknya setengah dari mereka mengangkat tangan.
Banyak orang ingin berbagi cerita mengenai gigi bungsu mereka dan juga bertanya: Mengapa kita punya gigi bungsu? Mengapa mereka dicabut? Mengapa evolusi tidak membuangnya saja?
Baca Juga : Serangga Raksasa yang Diduga Sudah Punah, Ditemukan di Maluku
Manusia adalah primata. Kerabat terdekat spesies kita adalah kera Afrika, khususnya simpanse. Kera juga punya gigi bungsu, begitu juga monyet. Punya gigi bungsu hanya bagian dari warisan evolusi kita.
Evolusi gigi bungsu?
Sama seperti gigi lainnya, gigi bungsu tumbuh dari tulang rahang kita. Namun, gigi bungsu tumbuh paling terakhir jika dibandingkan dengan gigi lain.
Gigi geraham kedua mulai tumbuh saat berumur tiga tahun. Gigi bungsu sering belum tumbuh sampai umur sembilan tahun, tapi hal ini sangat bervariasi, mulai paling awal pada umur lima tahun dan paling akhir umur 15. Gigi bungsu akan mulai muncul keluar dari gusi antara umur 17 sampai 24 tahun, atau bahkan lebih tua.
Gigi yang muncul secara tidak benar dan masuk ke mulut Anda mengalami “impaksi”. Gigi yang mengalami “impaksi” dapat dihubungkan dengan masalah-masalah seperti penyakit gusi, kista, atau kerusakan pada gigi geraham kedua.
Bahkan ketika gigi bungsu muncul miring, mereka dapat berputar dan berpindah pada umur 20-an atau 30-an.
Gigi bungsu bukan hanya gigi yang paling sering mengalami impaksi, tapi juga gigi yang paling sering gagal tumbuh sama sekali.
Karena gigi bungsu tidak begitu penting bagi pertahanan hidup, orang banyak bertanya apakah evolusi dapat meninggalkan hal mengganggu ini. Sayangnya, tidak menurut saya.
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR