Nationalgeographic.co.id - Sebuah gapura batu khas Bali berdiri di mulut gang dengan tulisan “Selamat Datang di Desa Bengkala”. Ini menandai kedatangan kami di Desa Bengkala, sebuah desa di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, di sebelah utara Bali. Desa ini tepatnya berlokasi sekitar 15,6 km dari pusat Kota Singaraja atau sekitar 100 km dari Kota Denpasar.
Menurut prasasti berbentuk enam lempengan tembaga dari zaman pemerintahan Paduka Sri Maharaja Haji Jayapangus Arkaja Cihna (1133-1173 M), pada masa itu desa ini terkadang disebut Bengkala, tetapi kadang juga disebut Bangkala. Prasasti ini berangka tahun saka 1103 (22 Juli 1181 M) dan ditemukan pada 1971. Prasasti ini memuat catatan tentang kehidupan di Bangkala dan keluhan masyarakat terhadap perilaku pejabat kerajaan yang tidak adil dalam masalah perpajakan.
Baca Juga : Kisah Pekerja Perempuan Menyusui dan Kebutuhan Laktasi Sebagai Hak
“Dari awal selanjutnya ditentukanlah batas-batas wilayah desa pada keempat arah, yaitu batas di timur tukad culikan, batas selatan Desa Bangkala adalah batu bulitan pimula, batasnya di barat tukad air raya, batasnya di utara babyara terus berbelok ke timur laut. Demikianlah luas wilayah dari Desa Bangkala.” (lempeng 6)
Dengan adanya catatan dalam prasasti ini, sah sudah bahwa Desa Bengkala telah ada sejak sangat lama. Tanggal ditulisnya prasasti ini, yaitu 22 Juli, diresmikan menjadi hari peringatan lahirnya Desa Bengkala.
Lepas dari gapura selamat datang, jalanan beraspal yang semakin mengecil dan semakin berkerikil mengarahkan kami memasuki Desa Bengkala. Dari luar, kehidupan masyarakat Desa Bengkala selayaknya seperti kebanyakan desa pada umumnya. Setiap pagi, orang-orang dewasa berangkat bekerja. Ada yang bekerja sebagai guru, staf kantor desa, petani, sampai buruh serabutan, seperti kuli bangunan atau penggali kubur. Sementara, anak-anak mereka berangkat sekolah, baik itu sekolah di desa ataupun ke Kota Singaraja.
Keistimewaan Desa Bengkala baru terasa ketika kita berhadapan langsung dengan warga di sana. Kemungkinannya besar kita akan disambut dengan ucapan selamat datang menggunakan bahasa isyarat. Desa Bengkala adalah sebuah desa istimewa yang memiliki komunitas tuli-bisu cukup tinggi. Dari keseluruhan penghuni desa, sekitar 2%-nya atau sekitar 48 orang, lahir dalam keadaan kolok—bahasa Bali untuk “tuli-bisu” (Profil Desa Bengkala Tahun 2012). Karena itu pula, Desa Bengkala sering juga disebut dengan Desa Kolok.
Selama ini, kita banyak mendengar tentang orang-orang disabilitas yang mengalami diskriminasi atau pengasingan karena dianggap sebagai aib atau kutukan. Namun, hal tersebut tidak terjadi di Desa Bengkala. Masyarakat normal dan kolok di Bengkala hidup berdampingan dengan rukun. Bahkan, mereka yang normal sejak kecil sudah belajar cara berbahasa isyarat, agar dapat berkomunikasi dengan orang-orang kolok.
“Di Bengkala, masyarakat sehari-harinya menggunakan sign lokal, yang asalnya dari bahasa ibu sini. Sign ini agak beda dari Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia) atau ISL (International Sign Language). Cuma uniknya di sini itu, tidak cuma orang kolok saja yang ber-sign lokal. Sekitar 80% masyarakat Bengkala, termasuk yang normal, juga bisa bahasa isyarat. Ini yang akhirnya membuat kami yang normal dan kolok bisa hidup berdampingan. Orang-orang koloknya juga jadi tidak minder, bisa berinteraksi, bisa berkomunikasi,” ungkap I Made Arpana, yang sudah menjabat sebagai Kepala Desa Dinas Bengkala selama 5 tahun.
Keharmonisan hubungan antara masyarakat normal dan kolok adalah keistimewaan yang bisa dibanggakan dari Desa Bengkala. Namun, mengenal lebih dalam Desa Bengkala, di antara lahan-lahan berundak, pohon-pohon jambu mete, pohon pisang, pohon mangga, sampai tanaman kunyit yang banyak tumbuh, kita bisa melihat betapa keringnya lingkungan desa, terutama jika kemarau panjang melanda seperti sekarang. Hujan tidak turun sejak April, sementara sekarang sudah Oktober. Akibatnya, banyak pohon mati, sayur-mayur tidak bisa tumbuh, ladang pun kerontang. Ada persoalan ekonomi yang selalu menghantui masyarakat Bengkala umumnya, dan masyarakat kolok Bengkala khususnya.
Masyarakat normal di Bengkala memiliki pilihan pekerjaan yang beragam. Sementara, karena keterbatasan fisik yang memengaruhi rendahnya kualitas pendidikan (sebagian besar tidak bisa menulis dan membaca), masyarakat kolok memiliki opsi terbatas dalam hal pekerjaan. Di Bengkala, rata-rata masyarakat kolok bekerja tidak tetap alias serabutan. Mulai dari penggali kubur, buruh tani, berladang, beternak, sampai pemasang pipa air desa. Faktor inilah yang akhirnya menyebabkan pertumbuhan ekonomi orang kolok rendah. Tercatat, penghasilan masyarakat kolok dari profesi penggali kubur dan buruh tani hanya Rp450.000/bulan. Penghasilan ini masih jauh dibawah UMK Buleleng, yaitu Rp 2.164.991 (per tahun 2018).
Baca Juga : Cegah Kanker Payudara dengan 5 Hal Berikut Ini
Semua seperti mata rantai yang berkaitan. Pembangunan di bidang pendidikan dan ekonomi akhirnya menjadi penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama kolok, di Desa Bengkala.
PT Pertamina (Persero) bekerja sama dengan FlipMas (Forum Layanan Iptek Masyarakat) Indonesia dan FlipMas Ngayah Bali merencanakan program CSR di Desa Bengkala melalui program Kawasan Ekonomi Masyarakat (KEM). Bahkan sejak awal perencanaan KEM ini, PT Pertamina (Persero) dan FlipMas berupaya untuk melibatkan masyarakat Desa Bengkala secara intens dengan cara berdiskusi dan melakukan pemetaan sosial. Hal ini agar program implemetasi dapat sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat yang ada di Bengkala.
Di atas lahan seluas sekitar 3 hektare milik I Wayan Sandi, pada 2015, mulailah dibangun KEM Kolok Bengkala di Dusun Kelodan, Desa Bengkala. KEM ini sering juga disebut dengan KEM I Kelodan. Di area tersebut, terdapat bale bengong (gazebo), wantilan (gazebo utama), bale tenun, dapur, rumah adat Kolok, rumah pemilik lahan, kamar mandi, sumur penampung air, kandang-kandang untuk hewan ternak (babi, sapi, ayam), dan lahan untuk menanam sayur di musim penghujan.
“Pertamina bersama FlipMas datang ke Bengkala tahun 2014. Saya juga sudah ikut waktu itu, mulai riset, bertemu banyak pihak, mulai dari pemerintah desa sampai masyarakat setempat pemilik lahan yang nantinya dijadikan KEM. Dulu, sempat ada konflik-konflik sosial yang terjadi di sini. Mereka jarang berinteraksi satu dengan yang lainnya, bahkan sesama kolok. Tapi, beberapa tahun kemudian, dengan pelan-pelan didampingi, dinding di antara mereka mulai cair. Masyarakat yang normal atau kolok mulai datang ke KEM untuk beraktivitas dan belajar bersama,” ucap Putu Suwardika, Divisi Penelitian dan Pengembangan FlipMas Ngayah Bali.
Pada tahun 2017, PT Pertamina (Persero) menyerahkan pengelolaan KEM Kolok Bengkala kepada PT Pertamina (Persero) DPPU Ngurah Rai, Bali. Menurut Ajar Darmawan, Spv. HSSE DPPU Ngurah Rai, hal ini dilakukan karena lokasi Desa Bengkala masuk dalam wilayah ring tiga PT Pertamina (Persero) DPPU Ngurah Rai. Setelah ini, perhatian terhadap KEM Kolok Bengkala pun menjadi semakin besar.
Baru pada 8 Juli 2017, program Kawasan Ekonomi Masyarakat (KEM) Kolok Bengkala mulai berjalan dan diresmikan oleh Vice President CSR SME PT Pertamina (Persero), Agus Mashud S. Asngari, Prof. Dr.rer.nat. Sundani Nurono Soewandhi, Apt. (Ketua FlipMAS Indonesia), dan I Ketut Widnyana (Ketua FlipMAS Ngayah Bali).
PT Pertamina (Persero) DPPU Ngurah Rai membuat program-program yang beragam di KEM Kolok Bengkala. Program-program ini berfokus pada tujuan utama, yakni untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat kolok di Bengkala pada khususnya. Kedua pilar tersebut saling memengaruhi satu sama lainnya untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat Bengkala.
“Semua program yang kita lakukan di KEM Kolok Bengkala itu cukup banyak. Target utama dari program-program tersebut adalah life skill. Ini supaya dalam hidup, mereka tambah percaya diri, punya kemampuan yang tidak berbeda dari masyarakat normal, dan nantinya bisa meningkatkan penghasilan mereka,” ucap Ajar.
Beberapa kegiatan berbasis ekonomi di KEM Kolok Bengkala, antara lain pelatihan kesenian tarian (Tari Jalak Anguci, Tari Baris Bebek Bengkala); pelatihan yoga dan tarian yang terinspirasi dari gerakan yoga, Tari Yogi Nandini; pelatihan pembuatan kain tenun Bengkala; pelatihan produksi jamu Sari Kunyit Bengkala (Sakuntala); pelatihan batik lukis Bengkala; pelatihan memasak; peternakan dan pertanian Bengkala; dan di masa depan, akan dilakukan pelatihan pembuatan dupa, pembuatan penginapan, serta wisata jungle trekking.
Sementara, kegiatan KEM berbasis edukasi, di antaranya program Aksara Kolok Kelih yaitu pengentasan buta huruf untuk orang-orang kolok dewasa, program pendidikan SMP pra inklusi, dan di masa depan, akan dikembangkan SMP Inklusi Satu Atap di Desa Bengkala untuk memfasilitasi anak-anak kolok dan non-kolok lulusan SD agar bisa melanjutkan sekolah ke jenjang selanjutnya.
Baca Juga : Fakta-fakta Suku Terasing Sentinelese yang Membunuh Turis Amerika
“Dari data desa tahun 2018, ternyata banyak anak kolok yang putus sekolah. Mereka sudah lulus SD, tetapi tidak bisa meneruskan SMP karena harus sekolah di kota. Di desa, kan, memang belum ada, jadi memang terbatas. Karena itu, kami programkan SMP pra inklusi,” lanjut Ajar.
Sebelum tahun 2007, masyarakat kolok di Desa Bengkala tidak mengenyam pendidikan, karena tidak ada sekolah inklusi di desa. Baru pada 2007, ketika SDN 2 Bengkala yang sudah ada sejak 1978, menjadi sekolah inklusi, anak-anak kolok bisa sekolah. Mereka diajarkan tiga bahasa isyarat, yaitu bahasa lokal kolok, Bisindo, dan ISL. Di luar itu, mereka juga belajar tentang ilmu-ilmu lain yang ada di sekolah dasar, seperti matematika dan IPA.
Berdasarkan perencanaan sesuai program CSR yang berkurun waktu 5 tahun, KEM Kolok Bengkala binaan PT Pertamina (Persero) DPPU Ngurah Rai ini diharapkan dapat mencapai tujuan utama berupa perbaikan ekonomi dan perbaikan kualitas pendidikan masyarakat kolok Bengkala pada 2020. Diharapkan, program-program KEM Kolok Bengkala dapat menambah kepercayaan diri dan kemampuan masyarakat kolok yang tidak berbeda dari masyarakat normal.
“Hal utama yang dibutuhkan masyarakat kolok adalah pemberdayaan dan pendampingan. Setelah Pertamina dan FlipMas masuk Bengkala, ada pemberdayaan untuk masyarakat lewat program-program KEM Kolok Bengkala. Ada juga pendampingan yang dilakukan, baik dari pihak Pertamina dan FlipMas ataupun dari saya yang ikut terlibat mendampingi. Semoga ini bisa berkelanjutan, karena kontinuitas itu juga penting,” tutur Ketut Kanta, Ketua Kelompok KEM Kolok Bengkala yang juga adalah guru sekolah inklusi Desa Bengkala dan pakar sign language kolok.
Penulis: Astri Apriyani
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR