Nationalgeographic.co.id – Menurut sebuah studi terbaru, hewan-hewan yang tinggal di palung laut terdalam memiliki potongan sampah plastik di perutnya. Ini menjadi salah satu contoh bagaimana polusi yang diciptakan manusia bisa sampai ke perut Bumi.
Diketahui bahwa lebih dari 300 juta ton plastik diproduksi setiap tahunnya. Dan setidaknya, ada lima triliun potongan plastik yang mengambang di laut kita.
Baca Juga : New Delhi, Ibu Kota Negara dengan Udara Paling Tercemar di Dunia
Karena eksplorasi laut dalam sangat mahal dan membutuhkan banyak waktu, beberapa studi mengenai polusi plastik yang ada saat ini, hanya mengamati permukaannya saja––menunjukkan kontaminasi pada ikan, penyu, paus, dan burung laut.
Namun, saat ini, sekelompok peneliti asal Inggris, menyatakan bahwa mereka telah menemukan potongan sampah plastik pada udang kecil yang hidup di titik terdalam di Bumi.
Ya, Anda tidak salah membacanya. Di Palung Mariana yang merupakan salah satu wilayah terdalam di Bumi, 100% hewan yang diteliti di sana, ternyata memiliki serat plastik di saluran pencernaan mereka.
Bersama dengan timnya, Alan Jamieson, peneliti dari Newcastle University’s School of Natural and Enviromental Sciences, biasanya hanya mencari spesies baru di laut dalam.
Namun, mereka menyadari bahwa dalam ekspedisi yang berlangsung selama satu dekade, mereka telah mengumpulkan puluhan spesies udang kecil yang hidup pada 6-11 ribu meter dari bawah permukaan laut.
Alan dan rekannya pun memutuskan untuk mencari plastik. Dan mereka sangat terkejut ketika berhasil menemukan kontaminasi plastik di kedalaman ekstrem tersebut.
Dari 90 hewan laut yang dibedah, 65-nya diketahui mengandung satu mikropartikel plastik.
Mikroplastik ini bisa dibuang langsung ke laut melalui selokan, sungai, dan akhirnya sampai ke lautan. Atau terbentuk ketika sampah plastik yang lebih besar terurai seiring berjalannya waktu.
Baca Juga : Tak Sengaja Tertelan, Perangkat USB Ditemukan Pada Kotoran Anjing Laut
Source | : | AFP |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR