Nationalgeographic.co.id - Belum lama ini, ramai kasus penindasan terhadap siswi SMP di Pontianak, AY (14). Dilansir dari voaindonesia.com, para pelaku diduga memukul perut Audrey, membenturkan kepalanya ke aspal, menyiramnya dengan air dan melukai alat kelamin korban.
Diduga ada 12 siswi SMA yang terlibat dalam aksi pengeroyokan ini. Tiga diantaranya telah ditetapkan menjadi tersangka oleh kepolisian.
Kasus perisakan ini pun memicu pendapat dari berbagai pihak. Banyak yang meminta Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Pontianak bertindak tegas dan membawa kasus ini ke jalur hukum.
Sementara itu, di sisi lain, ada pendapat yang mengatakan bahwa pelaku yang masih remaja juga merupakan korban dari pola asuh orangtua yang kurang baik.
Baca Juga : Depresi Tersenyum, Tampak Bahagia di Depan Orang Lain Saat Suasana Hati Kacau
Faktor anak menjadi pelaku bullying
Dilansir dari Hellosehat.com, ada beberapa alasan mengapa anak-anak melakukan perisakan. Termasuk karena merasa tidak aman atau ingin dipandang hebat sehingga mencari orang lain yang terlihat lebih lemah.
Ada juga anak yang melakukan bullying karena tidak tahu bahwa yang dilakukannya salah. Bisa saja, dia menganggap itu sebagai cara bersenang-senang. Untuk pelaku tipe ini, biasanya mereka mencari penampilan orang yang berbeda dari lainnya–entah bentuk tubuh, cara bicara, penampilan, ras atau agama.
Dalam beberapa kasus, perisakan adalah bagian dari pola perilaku pemberontak atau agresif. Anak seperti ini biasanya tidak bisa mengendalikan amarah, rasa sakit hati, frustasi, atau emosi kuat lainnya. Akibatnya, anak melampiaskan emosinya itu dengan merisak anak lain. Biasanya, anak yang tidak bisa mengelola emosinya juga tidak bisa bekerja sama dengan orang lain dan tidak mau diatur.
Hal lain yang bisa menjadi alasan mengapa anak melakukan bully adalah karena ia meniru perilaku yang sering ia lihat di rumah. Misalnya dari cara kakak memperlakukan adiknya atau bahkan cara orangtua mendidik anak.
Anak yang sering melihat perilaku agresif dan tidak baik dalam keluarga cenderung akan memperlakukan orang lain dengan cara yang sama seperti yang sering ia lihat.
Peran orangtua
Lalu, sebagai orang tua, apa yang bisa dilakukan ketika anak menjadi pelaku penindasan?
Minta anak menceritakan apa yang telah terjadi. Jadilah pendengar yang baik dan hindari menyalahkan anak. Menyalahkan anak hanya akan memperburuk kondisi anak. Beri anak pemahaman bahwa tindakan yang telah dilakukannya itu tidak baik karena bisa menyakiti seseorang. Balikkan pada anak bahwa ia pun tentu tidak ingin disakiti atau diperlakukan tidak baik seperti yang ia lakukan pada temannya.
Bantu agar anak memahami bahwa ia harus bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang ia lakukan. Anda mungkin bisa memberi pelajaran kecil pada anak, jika diperlukan.
Ajarkan anak cara yang lebih baik untuk bereaksi saat ia emosi, misalnya dengan berjalan kaki atau mendengarkan lagu. Ajarkan ia untuk memandang sesuatu dari hal positif.
Ajarkan anak untuk bisa menerima perbedaan, misalnya ras, agama, penampilan, status ekonomi, dan lainnya. Anda mungkin bisa mendorong anak untuk terlibat dalam kegiatan tertentu, seperti ekstrakurikuler di sekolah, di mana anak bisa berinteraksi dengan anak lain dari latar belakang yang berbeda.
Baca Juga : Meresahkan, Tersebar Daftar 'Breedready' Berisi Data Wanita Tiongkok yang Siap Memiliki Anak
Bicarakan dengan guru mengenai bagaimana perilaku anak Anda di sekolah. Bekerja sama dengan sekolah dapat membantu anak belajar bagaimana membangun perilaku yang positif.
Sebaiknya Anda kenal dengan siapa anak Anda berteman. Jangan lupa untuk menjalin komunikasi yang baik dengan anak. Bicarakan tentang bagaimana sekolahnya, temannya, dan lingkungannya.
Anak bisa meniru apa yang dilakukan orangtuanya, apa yang terjadi di rumah. Sehingga, ajarkan ia hal baik dengan memberikan contoh yang baik. Ajarkan bagaimana seharusnya cara menangani konflik dan masalah, tunjukkan selalu hal yang positif pada anak.
Source | : | Hellosehat.com,Voaindonesia.com |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR