Nationalgeographic.co.id - Suhara Iskandar––saat itu ia mengenakan kemeja batik–– menenteng sebuah kotak hitam berukuran medium yang terlihat seperti kotak CPU itu di bahunya. Ia mengetuk salah satu rumah yang ia lewati. Pemilik rumah menyambutnya dengan senyum ramah. Setelah bercengkerama sejenak, Suhara meminta izin masuk ke dalam rumah, dan menyalakan kotak hitam tersebut sampai mengeluarkan asap. Pria berusia 42 tahun itu lantas mengelilingi bagian dalam rumah dengan kotak miliknya terus-terusan mengeluarkan asap.
Yang sedang dilakukan Suhara Iskandar dengan kotaknya saat itu adalah pengasapan, atau fogging. Ia yang menciptakan alat fogging elektrik tersebut.
Musim hujan biasa dianggap membawa rezeki yang berlimpah. Namun, selain rezeki, bila tidak waspada, musim hujan biasanya juga membawa penyakit, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD). Di Desa Dawuan Barat, Kecamatan Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, tidak peduli tua dan muda, DBD datang menghantui kala musim hujan tiba.
Baca Juga: Kisah Kakek Pilot Yang Kembali Ke Kokpit Setelah Pensiun Puluhan Tahun
Desa dengan populasi penduduk mencapai 4.000 orang tersebut pada tahun 2015 dan 2016 mendapati 100 kasus DBD. Bahkan, menurut data tahun 2016 dari Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang, kasus DBD mencapai 1.059 kasus, dan menunjuk Desa Dawuan Barat sebagai salah satu desa endemis DBD karena menyumbang banyak angka kasus DBD.
Mendengar DBD, pemerintah biasa berupaya menanganinya dengan melakukan penyemprotan asap. Hanya saja, dikarenakan unit yang tersedia tidak banyak, penanganan jadi lambat. Mahalnya harga alat fogging menjadi salah satu alasan keterbatasan unitnya. Selain itu, tidak banyak orang yang memiliki keahlian untuk menggunakannya. Ini membuat pencegahan kasus DBD tidak berjalan maksimal.
Berangkat dari permasalahan tersebut, Suhara Iskandar berpikir untuk menciptakan alat fogging murah, dengan harga yang setidaknya per dusun atau bahkan per RT/RW mampu memiliki setidaknya 1 unit. Suhara juga ingin agar alat pengasapan tersebut dapat digunakan secara aman dan mandiri oleh siapapun, dari segala umur dan gender, tanpa perlu memiliki keahlian khusus.
Tidak hanya itu, Suhara mengharapkan pemanfaatannya untuk hal selain DBD, seperti untuk membasmi hama pertanian (tikus) ataupun berfungsi sebagai alat disinfektan untuk mensterilkan kandang ternak.
Semua terjawab pada awal tahun 2017. Lulusan STIT At-Taqwa, Cipiray, Bandung ini mendapatkan bantuan biaya riset dan pendampingan dari CSR Pertamina Cikampek. Hasilnya adalah kotak hitam multifungsi tersebut, sebuah teknologi tepat guna berwujud alat fogging elektrik dengan desain sederhana. Ringan, murah, dan mudah penggunaannya, seperti apa yang Suhara inginkan.
"Komponen yang digunakan dalam pembuatannya memanfaatkan barang bekas, seperti kerangka CPU, baterai lithium, wireless remote control, serta komponen lain yang dapat dibeli dengan mudah," ucap Suhara menjelaskan karyanya tersebut.
Berkat ciptaannya, jumlah kasus DBD di Desa Dawuan Barat menurun drastis, hingga menjadi kurang dari 10 kasus. Setelah dikembangkan terus menerus hingga 2018, hasil riset Suhara menemukan bahwa alat fogging elektrik miliknya dapat digunakan sebagai energi listrik alternatif saat terjadi listrik padam, dan mampu menyalakan lampu rumah tangga selama sekitar 1 hingga 2 jam. Hasil riset terbaru ini menjawab permasalahan di Kabupaten Karawang yang masih sering mengalami pemadaman listrik.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR