Nationalgegraphic.co.id - Ngidam makanan menjelang menstruasi sering menjadi bahan lelucon. Namun, guyonan tersebut memiliki kebenaran ilmiahnya sendiri.
Sebagai seorang dokter obstetri dan ginekologi (obgyn), saya sering mendengar cerita pasien yang ngidam makanan, seperti kentang goreng dan es krim, saat memasuki masa menstruasi.
Para ilmuwan pun sudah lama mempelajari tentang gejala ini, – mulai dari siapa, mengapa, apa yang diidamkan, sejak kapan mengidam, hingga cara mengurangi rasa mengidam –, sejak tahun 1953.
Berikut beberapa hasil penelitian mereka:
Ngidam hanyalah salah satu dari banyak gejala sindrom pramenstruasi, atau PMS (Pre-Menstrual Syndrome). Sindrom pramenstruasi kemungkinan disebabkan oleh naik turunnya hormon yang berdampak kepada kinerja pengangkut zat kimia di otak, yang lebih dikenal sebagai neurotransmitter.
Gejala PMS hanya muncul pada paruh kedua dari siklus menstruasi yang disebut sebagai fase luteal., mulai dari ovulasi atau pelepasan sel telur hingga hari pertama haid. Gejala PMS biasanya akan selesai pada hari ketiga atau keempat haid.
Para peneliti telah mendokumentasikan lebih dari 150 gejala PMS yang berbeda dalam berbagai penelitian, mulai dari gejala fisik, emosional, hingga perilaku dan kognitif.
Ngidam termasuk salah satu dari gejala perilaku yang paling umum dilaporkan, bersamaan dengan perubahan suasana hati, menjadi lekas marah, perasaan cemas dan tegang, serta suasana hati yang sedih atau depresif. Meski demikian, perempuan biasanya tidak menggolongkan ngidam permen dan cokelat sebagai diagnosis resmi untuk gejala PMS. Hanya 20% hingga 40% perempuan yang memiliki gejala sesuai dengan kriteria sindrom pramenstruasi, sementara 85% memperlihatkan gejala terlihat seperti PMS.
Lebih lanjut, para peneliti pun menemukan bahwa ngidam dapat terjadi selama pramenstruasi pada individu yang normal dan sehat tanpa diagnosis PMS atau gangguan lainnya. Bahkan, salah satu penelitian menunjukkan bahwa 97% perempuan sebelumnya pernah merasakan ngidam makanan – terlepas dari siklus menstruasi mereka.
Perempuan cenderung makan lebih banyak selama fase luteal (mulainya masa ovulasi hingga haid hari pertama) ketimbang fase folikuluer (mulai haid hari pertama hingga hari ke-13). Baik yang merasa mengalami ataupun yang memang diagnosis gejala PMS, konsumsi makanan dapat meningkat hingga 500 kalori per hari.
Makanan yang dicari biasanya yang mengandung karbohidrat, lemak dan gula, sehingga tidak mengherankan apabila cokelat paling diidamkan karena mengandung ketiganya.
Meski demikian, perilaku ngidam biasanya berbeda pada setiap perempuan. Dalam satu studi, perempuan yang tidak memiliki gejala PMS bisa saja meningkatkan konsumsi energi dan lemak mereka, sementara perempuan dengan diagnosis PMS memperlihatkan adanya peningkatan energi dan makronutrien.
Meski belum bisa memastikan asal muasal ngidam, ada beberapa teori yang ditawarkan oleh para peneliti.
Salah satunya adalah perempuan secara tidak sadar menggunakan makanan sebagai terapi farmakologi atau terapi berbasis obat-obatan.
Dalam banyak penelitian disebutkan bahwa perempuan pada fase luteal lebih banyak menginginkan karbohidrat dibandingkan selama fase folikuler. Mereka mengkonsumsi karbohidrat yang untuk meningkatkan kadar serotonin(hormon bahagia) untuk membuat perasaan mereka lebih baik. Dengan meningkatkan level serotonin di otak, baik melalui diet ataupun obat-obatan, maka asupan makanan dan suasana hati bisa kembali normal.
Teori lain tentang ngidam adalah perempuan justru secara sadar mencari kenyamanan fisik dan psikologis melalui makanan.
Para peneliti menemukan bahwa hanya dengan “memikirkan” makanan enak dapat mendorong keinginan untuk mengkonsumi. Pemicu lainnya, bisa juga dari rasa bosan atau stres. Hal ini menunjukkan bahwa ngidam tidak semata-mata dipicu oleh rasa lapar.
Lebih lanjut, peneliti lainnya mengungkapkan bahwa ngidam diatur oleh hormon estrogen dan progresteron.
Mereka mengamati bahwa perempuan cenderung makan lebih banyak saat estrogen rendah dan progesteron tinggi, atau sama seperti yang terjadi selama fase luteal waktu menstruasi. Sebaliknya, selama fase fortikuler yang diamati pada tikus, pola yang terlihat adalah estrogen tinggi dan progesteron rendah.
Ada juga teori yang berkaitan dengan kontrasepsi yang mengandung hormon progesteron, seperti Depo Provera yang berhubungan dengan penambahan berat badan, yang kemungkinan disebabkan oleh meningkatnya nafsu makan.
Nasihat umum saya kepada para perempuan : sadar akan tubuh Anda sendiri dan perubahan-perubahan yang terjadi ketika siklus menstruasi. Perlu dipahami bahwa pengalaman siklus menstruasi Anda akan berbeda dengan perempuan lainnya. Perubahan-perubahan yang sedang dialami saat siklus menstruasi merupakan gejala yang normal. Namun, apabila Anda merasakan ada kejanggalan, sebaiknya tanyakan kepada dokter spesialis kebidanan dan kandungan.
Pilihan lainnya adalah terapi kognitif perilaku dan biofeedback,yaitu terapi yang digunakan untuk mengembalikan fungsi tubuh melalui alat elektromagnetik, biasa digunakan untuk mengobati migrain hingga kelelahan. Kedua terapi ini sebaiknya dilakukan di bawah pengawasan tenaga profesional.Perubahan gaya hidup dapat membantu menyeimbangkan dan meminimalkan gejala PMS selama siklus menstruasi, misalnya olahraga teratur, relaksasi dan teknik pengurangan stres seperti latihan pernapasan, yoga, meditasi, pijat, hipnosis diri, hingga tidur teratur.
Selain itu, Anda dapat mengoptimalkan diet untuk mengatasi ngidam saat PMS dengan cara-cara berikut:
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR