Nationalgeographic.co.id - Penelitian terbaru menunjukkan, orang-orang akan menjadi pemarah dan mudah kesal di suhu yang hangat.
Sebuah studi menemukan fakta bahwa hormon stres meningkat bersamaan dengan naiknya suhu. Penemuan ini memberikan cahaya segar atas fenomena yang selama ini membingungkan peneliti.
Disebut dengan “sendu musim panas”, ada banyak bukti dari beberapa dekade terakhir yang mengaitkan paparan cuaca panas dengan agresi, bunuh diri, dan kekerasan.
Baca Juga: Kontaminasi Radioaktif di Wilayah Ini Ternyata Lebih Banyak dari Chernobyl
Saat ini, tim peneliti Polandia, menemukan bahwa jumlah hormon penyebab stres kortisol, lebih rendah di musim dingin dibanding musim panas. Dan kenaikan suhu membuat kita mudah tersinggung.
Ini bisa berimplikasi pada kesehatan kita karena hormonr tersebut penting untuk mengatur gula, garam, dan cairan ke seluruh tubuh.
Dr. Dominika Kanikowska, ahli patofisiologis di Poznan University of Medical Sciences, mengatakan, temuan mengenai cuaca panas membuat orang mudah emosi ini cukup mengejutkan. “Bertentangan dengan konsep tradisional yang megatakan bahwa musim dingin adalah yang terberat dan musim panas sangat santai,” katanya.
Data asli yang pertama kali menghubungan suhu panas dengan kebencian berasal dari statistik kejahatan. Para analis menekankan, orang-orang sering terlibat kekerasan di musim panas – terutama ketika suhunya lebih hangat dari biasanya.
Sejumlah teori telah menyatakan bahwa kenaikan temperatur menyebabkan peningkatan denyut jantung, testoteron dan reaksi metabolik lain yang memicu sistem saraf simpatik. Saraf tersebut bertanggung jawab pada respons bertarung atau berlari (fight or flight). Ternyata, saat cuaca panas, orang-orang lebih condong pada respons bertarung.
Bersama timnya, dr. Dominika Kanikowska, meneliti sekelompok mahasiswa kedokteran perempuan di dua hari terpisah, saat musim dingin dan panas. Mereka mengambil sampel air liur setiap dua jam sekali selama periode penelitian untuk mengukur jumlah kortisol dan tanda inflamasi.
Para partisipan juga diminta untuk mengisi kuesioner gaya hidup mengenai jadwal tidur, dite, dan aktivitas fisik mereka.
Penelitian yang dipresentasikan pada pertemuan American Physiological Society ini menemukan fakta bahwa kadar kortisol lebih tinggi di musim panas. Sementara itu, tidak ada perubahan signifikan pada level inflamasi di kedua musim tersebut.
Baca Juga: Mengulik Teknologi Komputer Apollo 11 yang Berhasil Mendarat di Bulan
Kortisol disebut sebagai hormon stres karena ia dilepaskan ke aliran darah saat masa-masa sulit atau situasi yang mengecewakan.
Menurut dr. Kanikowska, hormon tersebut membantu mengurangi inflamasi dan penting untuk menjaga kesehatan secara keseluruhan.
“Kadar kortisol biasanya tinggi di pagi hari dan menurun seiring berjalannya waktu, Jumlahnya semakin rendah di sore hari untuk mengatur pola tidur yang sehat. Penyakit, kurang tidur, dan beberapa obat bisa mempengaruhi kadar kortisol,” pungkasnya.
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR