Nationalgeographic.co.id – Menurut data dari European Union’s Satellite Agency, suhu pada bulan Juni 2019 melebihi 2ºC (3.6ºF) dari batas rata-rata. Dengan begitu, ia menjadi bulan dengan cuaca terpanas dalam sejarah.
Fakta ini tidak mengejutkan penduduk Prancis yang pada 28 Juni suhu nasionalnya melebihi 1.8ºC dari temperatur normal. Hal yang sama juga dirasakan oleh negara-negara di Eropa Tengah.
Tidak hanya itu, pada awal bulan Juni, Greenland kehilangan dua miliar ton esnya dalam satu hari. Kota Delhi bahkan mencapai suhu tertingginya yang lebih dari 40ºC.
Baca Juga: Habitatnya Rusak, Populasi Orangutan Kalimantan Semakin Kritis di 2019
The European Center for Medium-Range Weather Forecasts (ECMRWF) menggunakan data dari Copernicus Climate Change Service, menyatakan bahwa suhu rata-rata tahun ini, 0.1ºC lebih tinggi dibanding Juni 2016. Sebelumnya, Juni 2016 memegang rekor sebagai bulan dengan suhu terpanas.
Banyak laporan menghubungkan fenomena ini dengan krisis iklim akibat ulah manusia yang akhirnya berkontribusi pada cuaca ekstrem.
World Weather Attribution, sebuah proyek yang melibatkan ahli meteorologi Eropa telah menghasilkan laporan setebal 32 halaman tentang gelombang panas di Prancis.
Di antara laporan-laporan tersebut, temuan utamanya menyatakan: “Gelombang panas lebih sering terjadi akibat pemanasan global yang disebabkan manusia”.
Baca Juga: Manchineel, Pohon Paling Beracun yang Bisa Sebabkan Kematian
Catatan satelit hanya mampu melacak dari 40 tahun lalu. Peneliti memiliki catatan komprehensif tentang suhu darat dan laut sejak awal abad ke-20.
Catatan proksi berdasarkan inti es, lingkaran pohon, dan stalagmit tidak cukup tepat, atau cukup luas, untuk memberi kita perkiraan tentang suhu global bulanan sebelum waktu tersebut.
Meski begitu, ia mampu menunjukkan bahwa suhu rata-rata pada masa itu jauh lebih dingin dibanding sekarang.
Source | : | IFL Science |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR