Nationalgeographic.co.id— Bermula dari hobi berkebun, para ibu di Kelurahan Cisaranten Kidul, Bandung, berkumpul untuk memanfaatkan lahan kosong di perumahan.
“Pertama hanya di polybag dan pot karena tanahnya terbatas, sekitar 1x6 meter,” tutur Nurhayati Saidah, ketua Kelompok Berkebun (Pokbun) Flamboyan. Pada Juli 2017, pokbun pindah ke lokasi yang lebih besar.
Di lokasi yang baru, kelompok ini menggunakan sistem hidroponik untuk sebagian besar tanamannya. Bertanam sayuran seperti pak choy, kangkung, selada, jahe, dan cabe pun menjadi lebih mudah.
Baca juga: Gemar Berkebun? Lima Manfaat Kesehatan Ini Akan Mendatangi Anda
Hasil berkebun awalnya untuk konsumsi anggota pokbun yang berjumlah 10 orang. Lambat laun, hasil panen semakin banyak dan bisa dijual ke masyarakat sekitar.
Sesuai dengan motonya “ No kimia, Organik yes ”, seluruh proses bertanam tidak menggunakan pupuk kimia dan pestisida sintesis. Karena alasan inilah maka hasil pokbun Flamboyan sangat diminati oleh masyarakat sekitar. “Dalam sebulan kami bisa panen sekitar 50-100 kilogram sayuran, itu pun masih kurang,” ungkap Euis.
Para pengurus pokbun Flamboyan boleh berbangga. Pasalnya binaan PT Pertamina (Persero) TBBM Bandung Group ini ditunjuk oleh Dinas Pangan dan Pertanian kota Bandung sebagai pokbun percontohan. Ini merupakan bukti keberhasilan pokbun Flamboyan yang telah mandiri dan menjadi 'laboratorium' urban farming bagi semua pihak yang ingin belajar sekaligus praktek lapangan.
Baca juga: Energi Perjuangan Memperkenalkan dan Melestarikan Batik 'Pompa Minyak' Blora
Bercocok tanam di lingkungan rumah dengan lahan terbatas kini menjadi pilihan masyarakat perkotaan dan pemukiman padat. Selain untuk menjaga kelestarian lingkungan, kegiatan ini juga memberikan manfaat secara ekonomi.
Tidak hanya mengisi waktu luang, anggota pokbun juga ikut menularkan kebaikan bagi masyarakat. Antara lain dengan cara sosialisasi makan sayur dan pengolahan sampah organik.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR