Nationalgeographic.co.id – Bhutan adalah negara kecil di Asia Selatan yang berbentuk kerajaan. Wilayah selatannya berhimpitan dengan India, dan bagian utaranya disangga oleh Himalaya yang perkasa.
Sebelum 1974, Bhutan ditutup untuk orang luar dan turis. Dan meskipun saat ini mereka sudah boleh memasuki kawasan tersebut, namun jumlahnya masih sangat dibatasi.
Kerajaan yang berdiri di atas gunung ini menjadi rumah bagi pelestarian budaya kuno yang bersandingan dengan keindahan alam. Puncak tertinggi di dunia, Gangkhar Puensum, menjulang 25 ribu kaki ke arah langit. Tanpa biaya atau rasa petualangan yang tinggi, mungkin hanya sedikit orang yang benar-benar akan mengunjungi kerajaan unik ini.
Baca Juga: Bahaya Polusi Udara: Membuat Kita Bodoh dan Merusak Paru-Paru
Ciril Jazbec, fotografer Slovenia, salah satu orang beruntung yang bisa mengunjungi Buthan. Dia baru-baru ini melakukan tur ke negara tersebut – mengunjungi desa-desa kecil, menjelajahi hutan luas, dan bertemu dengan penduduk setempat. Hasil kerjanya berupa gambar ekslusif dari negara kecil yang jarang dilihat orang asing.
Berada di tengah-tengah zaman kuno dan penuh inovasi, Bhutan terkenal sebagai salah satu negara bahagia. Hutan-hutannya masih berkembang dan bertahan dengan baik meski ancaman perubahan iklim sedang membayangi dunia.
Mengejar kebahagiaan
Pada akhir 1990-an, pemerintah Butan memperkenalkan indeks sosioekonomi yang mereka kenal dengan nama Indeks Kebahagiaan Nasional. Itu berfungsi sebagai termometer sosial -- untuk memastikan perkembangan ekonomi mereka tidak merusak gaya hidup tradisional. Konsep kebahagiaan ini kemudian dipuji secara luas oleh negara-negara lain di dunia karena keaslian dan inklusivitasnya.
Meski begitu, indeks tersebut tidak langsung menyelesaikan semua masalah di negara tersebut. Laporan kebahagiaan dari PBB menempatkan Bhutan di posisi ke-97. Faktor seperti kesenjangan pemasukan dan pengangguran menjadi penyebabnya.
Kekhawatiran lain yang muncul adalah terkait perubahan iklim. Itu ditakutkan mengganggu ekosistem negara kecil yang rapuh ini. Gletser Bhutan semakin mencair dan menimbulkan banjir. Musim hujan menjadi lebih tidak teratur dan menyebabkan kelangkaan air selama musim kemarau.
Namun ternyata, Bhutan bisa menangani masalah ini. Lebih dari 60% hutannya terlindungi dari infrastruktur yang sedang berkembang. Jumlah mobil listrik dan transportasi umum juga ditekan sehingga tidak melepaskan bahan bakar ke udara terlalu banyak.
Baca Juga: Etiopia Pecahkan Rekor dengan Menanam 350 Juta Pohon dalam Sehari
Ini memungkinkan Bhutan tidak hanya tetap netral terhadap karbon, tapi juga membuatnya menjadi ‘wastafel karbon’. Artinya melalui hutan yang melimpah, Bhutan menyerap lebih banyak karbon dibanding melepaskannya.
Komitmen Bhutan dalam upaya perubahan iklim ditekankan oleh perdana menteri negara tersebut, tahun lalu. Semangat mereka dalam melawan perubahan iklim lah yang membuat Jazbec tertarik untuk mengunjungi dan mengabadikan foto Bhutan.
“Ada sesuatu yang spesial antara Bhutan dan hubungannya dengan lingkungan. Saya belum pernah mengalaminya di tempat lain,” kata Jazbec.
Source | : | Sarah Gibbens/National Geographic |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR