Nationalgeographic.co.id – Saya mencoba membayangkan situasi Yokohama ketika ia hanyalah desa nelayan kecil dan belum menjadi kota besar yang ramai seperti sekarang. Ya, berbicara tentang Yokohama, kehidupannya yang sederhana perlahan berubah ketika Matthew C.Perry bersama dengan armada dan kapal perang Angkatan Laut AS menginjakkan kakinya di kota tetangga Kanagawa pada 1853.
Lima tahun setelah kedatangan armada AS tersebut, Kanagawa ditetapkan sebagai pelabuhan pertama Jepang di bawah Perjanjian Harris 1858. Dengan begitu, orang-orang asing pun bisa tinggal dan berdagang di sana. Sayangnya, Kanagawa saat itu juga menjadi salah satu pos penting dan jalanan utama sehingga pemerintah Jepang tidak suka jika ada orang asing yang bisa mengaksesnya dengan bebas.
Sebagai gantinya, mereka kemudian mendirikan pelabuhan di Yokohama, yang terisolasi dari jalan raya.
Seiring berjalannya waktu, Yokohama pun berkembang pesat menjadi salah satu pelabuhan utama dan pusat perdagangan Jepang.
Meski sempat hancur akibat gempa bumi dan kebakaran yang terjadi pada September 1923, serta korban serangan udara Sekutu selama Perang Dunia II, Yokohama berhasil bangkit kembali. Laju pembangunannya pun dipercepat pada 1950-an.
Perkembangan populasi mulai meningkat setelah 1960. Dan pada 1980, Yokohama mengalahkan Osaka untuk menjadi kota terbesar kedua di Jepang. Rekor ini pun masih berlaku hingga saat ini.
Yokohama juga disebut-sebut sebagai “pintu masuk Jepang”. Sejak pelabuhan dibuka, Yokohama sangat bersemangat menerima budaya dan informasi baru dari penjuru dunia. Yokohama, yang kerap disebut sebagai “Hamakko” dalam bahasa Jepang, terbuka untuk mengadopsi segala hal yang baik.
Yokohama yang saya lihat saat ini, mungkin sudah sangat berbeda dengan apa yang disaksikan komodor Amerika saat pertama kali merapat di perairan Jepang.
Kini, banyak anak-anak muda yang bermain bola kaki di sekitar pelabuhan. Ada juga yang sambil memotret suasana kota dengan kamera-kamera mereka. Pemandangan tersebut seolah bercerita bagaimana Yokohama sudah bertransformasi sebagai kota modern yang tetap memelihara nilai masa lalunya.
Yang paling spesial dari kota ini adalah bagaimana ia sukses menggabungkan modernitas dengan sejarah masa lalu. Tidak hanya diterapkan pada museum, tapi juga taman, hingga gedung-gedung tingginya. Yokohama mencoba tidak ketinggalan zaman namun tetap menghormati seni tradisional Jepang.
Salah satu bentuk kolaborasi masa lalu dan masa kini yang bisa dilihat dari Yokohama adalah Red Brick Warehouse. Dulunya, bangunan ini berfungsi sebagai gudang penyimpanan barang-barang yang dibawa oleh kapal dagang asing. Namun, sekarang, ia dimanfaatkan sebagai kafe, restoran, toko, teater dan konser.
Tak tanggung-tanggung, bangunan yang juga disebut sebagai Aka Renga Soko ini juga menjadi salah satu tempat kencan paling populer di Yokohama.
Diketahui bahwa antara 1994 dan 2002, sempat dilakukan renovasi besar-besaran pada bangunan ini. Meski begitu, ketika ingin merekonstruksinya, para kru sebisa mungkin tidak menghapus nilai sejarahnya. Mereka tetap melestarikan keunikan dari Red Brick Warehouse–misalnya dengan tetap mempertahankan tampilan ‘kuno’ di sepanjang tangganya.
Melalui fitur 10x Hybrid Zoom pada OPPO Reno 10x Zoom lanskap kawasan ini pun dapat tertangkap kamera, memberikan visual yang lebih bercerita. Bagaimana tidak, kamera utamanya memiliki resolusi hingga 48MP yang didukung sensor Sony IMX586, diafragma f/1.7, sensor sebesar ½-inci yang meningkatkan sensitivitas lensa terhadap cahaya untuk mengambil gambar beresolusi tinggi dengan jernih.
Selain itu, sudut ultra lebar pada kamera OPPO Reno 10x Zoom mampu memberikan perspektif baru untuk komposisi foto dengan tangkapan gambar yang lebih luas. Bahkan, mampu memberikan perbesaran digital hingga 60x.
Pada April 2002, saat renovasi selesai dan bangunan ini dibuka kembali, ia pun segera menjadi sensasi utama di Yokohama. Dan dalam 17 tahun, ada sekitar 70 juta pengunjung yang sudah bertandang ke sana–termasuk saya.
Mengunjungi ‘Gudang Batu Bata Merah’ ini sangat berkesan karena mampu menghidupkan kembali sedikit masa lalu Yokohama. Jika Anda berjalan di sekitar Red Brick Warehouse, Anda bisa merasakan sisa-sisa kehadiran orang Amerika di Jepang, sekaligus kehidupan warga lokal di masa lalu.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR