Nationalgeographic.co.id - Apakah kita akan terus berpangku tangan setiap kali musim kemarau datang? Kebakaran dan kebakaran dan kebakaran terus melanda sejumlah hutan dan lahan di Indonesia.
Prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, musim kemarau tahun ini pada umumnya mulai berlangsung pada April 2019. Sedangkan puncak musim kemarau akan terjadi pada Agustus 2019. Dari 342 zona musim di Indonesia, 68 persen akan mengalami puncak musim kemarau pada Agustus 2019.
Kemarau yang terus bergulir menuju puncaknya menyebabkan kondisi tanah semakin mengering. Ditambah udara yang lebih panas memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
Lahan gambut di daerah Sumatera, Kalimantan, dan Papua adalah daerah yang selalu rawan kebakaran dari kemarau ke kemarau selanjutnya.
Baca Juga: Kebakaran Hutan di Indonesia Pada 1997 Membuat Tubuh Anak-anak Lebih Pendek
Lahan gambut sangat rentan terbakar sebab material tanahnya terdiri dari bahan-bahan organik, seperti daun, ranting dan batang pohon, hingga hewan-hewan yang mati serta terdekomposisi
Tak hanya itu, sifat pembakaran gambut adalah pembakaran dalam. Artinya, titik api muncul dari lapisan bawah tumpukan material organik, sehingga sangat sulit dipadamkan.
Akhir-akhir ini kita terus mendapatkan kabar kebakaran hutan dan lahan dari Aceh, Riau, Kendari, Palangkaraya, kawasan Gunung Arjuno dan terbaru kawasan puncak Gunung Ciremai.
Kejadian kebakaran hutan dan lahan di seluruh Indonesia mencapai 1.130 kasus selama satu dekade terakhir. Artinya, lebih dari 100 kasus kebakaran tiap tahunnya. Kerugian yang ditimbulkan sangat banyak.
Kasus kebakaran paling banyak terjadi pada tahun 2018, mencapai 527 kejadian. Seluruh kasus terkonsentrasi di pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Kebakaran hutan dan lahan turut memicu permasalahan nasional hingga internasional, seperti kabut asap.
Ribuan kasus kebakaran tersebut telah merusak lebih dari 44 juta hektar kawasan hutan di Indonesia. Sementara luas kawasan perkebunan dan pertanian yang terdampak mencapai lebih dari 70.000 hektar.
Baca Juga: Tengok Bagaimana India Bertahan Hadapi Kemarau Ekstrim Tahun Ini
Mongabay mengatakan, ada dua faktor pemicu kebakaran, alam dan manusia. Tapi, faktor manusialah yang lebih kuat menjadi penyebab kebakaran.
Pakar gambut dari UGM, Satyawan Pudyatmoko mengatakan kebakaran lahan gambut sering kali disebabkan oleh kesalah fundamental oknum tertentu yang mencoba membuka lahan baru dengan cara membakar.
Tanpa memerhatikan ekosistem hutan, oknum pembakar lahan gambut hanya berpikir tentang nilai ekonomis optimalisasi lahan.
Faktor yang disebabkan manusia bisa karena faktor kesengajaan atau bisa juga kelalaian. Musibah ini juga kita ketahui bukan sepenuhnya kesalahan manusia.
Baca Juga: Ditengah Kemarau Menyengat, Tiba-tiba Turun Hujan. Ketahui Penyebabnya
Sambil terus menyelidiki penyebab utama kebakaran hutan yang terus terulang. Pengetahuan mitigasi juga sangat perlu disosialisasikan kepada daerah korban terdampak.
Selain itu, yang paling utama adalah bagaimana cara kita menumbuhkan "rasa kepemilikan" atas hutan dan lahan. Artinya, dengan rasa kepemilikan yang tinggi, kebakaran hutan dan lahan yang disebabkan oleh faktor manusia bisa berkurang dan menghilang.
Rasa kesadaran akan kepedulian ekosistem lingkungan bisa menjadi tameng utama berkurangnya kelalaian dan kesengajaan kebakaran hutan.
(Sumber: Yoesep Budianto/LITBANG KOMPAS)
Penulis | : | Mahmud Zulfikar |
Editor | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
KOMENTAR