Nationalgeographic.co.id - Kita sudah kerap mendengar dan merasakan polusi air, udara, tanah atau suara, tapi mungkin masih sedikit asing dengan polusi cahaya.
Kendati tidak populer, dampak polusi cahaya terhadap kesehatan kita sama mengerikannya dengan dampak polusi lainnya. Setiap malam mungkin kita terpapar polusi cahaya walau kita kurang menyadarinya.
Sebuah riset di Amerika Serikat selama 6 tahun dengan partisipan sekitar 43 ribu perempuan sehat menemukan bahwa sekitar 71% dari mereka yang terpapar cahaya lampu dan layar televisi ketika tidur pada malam hari mengalami obesitas.
Penelitian di Spanyol yang melibatkan partisipan sekitar 2.600 perempuan dewasa (dengan komposisi 47% pengidap kanker payudara dan 53% sehat) dan sekitar 1.500 laki-laki dewasa (41% pengidap kanker prostat dan 59% lelaki sehat), menemukan bahwa hampir seluruh (>90%) dari perempuan yang mengidap kanker payudara dan lelaki yang menderita kanker prostat adalah mereka yang banyak terdedah paparan cahaya artifisial baik di dalam maupun di luar ruangan pada malam hari.
Baca Juga: Sering Merasa Kelelahan? Mungkin Anda Mengidap Adrenal Fatigue
Selain kedua jenis kanker tersebut, menurut para peneliti, kanker usus dan anus (colorectal) juga paling sering muncul akibat polusi cahaya.
Walaupun paparan cahaya pada malam hari berlebihan sangat berbahaya, ada cara mudah mengurangi risiko terkena penyakit kanker dan obesitas: kurangi kena cahaya pada malam hari dan tidurlah dalam kegelapan.
Organisasi internasional anti polusi cahaya The International Dark-Sky Association (IDA) mendefinisikan polusi cahaya sebagai keadaan saat cahaya artifisial tersedia dalam intensitas berlebih atau keberadaannya tidak dibutuhkan dalam skala ruang dan waktu tertentu.
Cahaya artifisial dapat berasal dari lampu listrik atau LCD handphone, televisi, dan laptop atau alat elektronik sejenis.
Siapa yang paling rentan terdampak polusi cahaya?
Kehadiran cahaya artifisial adalah bagian tak terpisahkan dari peradaban modern, terutama bagi kaum urban dan generasi milenial.
Akan tetapi, berdasarkan penelitian, di antara semua kalangan, para pekerja yang jam kerjanya malam hari paling berisiko terdampak polusi ini. Tak tanggung-tanggung, polusi cahaya terbukti memicu obesitas dan kanker.
Secara alami, sejak bulan-bulan pertama kelahiran, ritme kerja sistem tubuh kita telah teradaptasi untuk menyelaraskan diri dengan ritme terang-gelap bumi yang merupakan konsekuensi timbul-tenggelamnya matahari.
Tubuh kita yang sebelumnya berada dalam kegelapan rahim ibu selanjutnya akan memiliki pola ritme siang-malam yang teratur, tetap, dan berulang setiap 24 jam yang dikenal dengan ritme sirkadian.
Terbentuknya ritme tersebut dimediasi oleh adanya saraf penghubung antara mata dan pengatur ritme biologis tubuh yang terdapat di kelenjar hipotalamus di dasar otak yang dikenal dengan pusat jam biologis utama (the master clock).
Pusat jam biologis ini tersusun atas kumpulan saraf yang sangat peka terhadap sinyal terang-gelap dari mata. Sebagian saraf akan aktif dalam kondisi terang, sementara sebagian saraf lainnya hanya dapat beraktivitas dalam kondisi gelap.
Silih bergantinya aktivitas saraf-saraf tersebut selama periode siang dan malam akan menghasilkan sistem sinyal perintah listrik dan kimiawi yang mendikte jam kerja setiap sel penyusun tubuh kita.
Ringkasnya, keteraturan perputaran jam kerja miliaran sel tubuh kita selalu tunduk patuh mengikuti komando perputaran pusat jam biologis utama di hipotalamus. Sedangkan perputaran jam biologis utama bergantung seutuhnya kepada informasi terang-gelap dari mata.
Lalu, apa yang akan terjadi jika sepanjang malam tubuh kita, bukan hanya mata, terpapar cahaya?
Bila itu terjadi atau Anda lakukan, artinya Anda telah mengirimkan informasi perihal terang-gelap yang kacau kepada pusat jam biologis utama yang akan segera disebarkan ke setiap sel di sekujur tubuh kita. Konsekuensinya, sel-sel akan dipaksa untuk beraktifitas di luar jam “tayangnya”.
Bagaimana keadaan seperti ini dapat memicu munculnya obesitas dan kanker di tubuh kita?
Sistem-sistem yang terlibat dalam pengaturan keseimbangan energi tubuh kita juga berjalan di bawah kendali pusat jam biologis utama dengan sangat ketat.
Dalam keadaan siklus terang-gelap normal, laju pembakaran energi tubuh akan meningkat drastis pada siang hari dan secara bersamaan, hasrat makan muncul lebih menggebu sehingga sumber energi yang akan dibakar juga tetap tersedia.
Sistem pencernaan pun siaga penuh sementara hormon-hormon pemacu aktivitas sel tubuh akan diproduksi dalam kadar lebih tinggi. Dalam keadaan gelap pada malam hari, pola kerja sistem fisiologis untuk pembakaran energi, pencernaan, dan hormon metabolik menurun drastis.
Ketika terjadi kekacauan sinyal terang-gelap di luar tubuh, maka sistem pengaturan keseimbangan energi tersebut juga akan bermasalah karena ritme jam biologis yang memerintahnya telah terganggu. Maka, laju pembakaran energi akan menurun drastis di siang hari, sedangkan nafsu makan menjadi merajalela pada malam hari.
Konsekuensinya, energi yang masuk ke dalam tubuh hanya ditimbun, sementara porsi dan frekuensi makan kian bertambah.
Hasilnya mudah ditebak: bobot tubuh kita akan bertambah berat dengan tumpukan lemak semakin banyak. Bila hal ini berlangsung terus menerus tubuh akan mengidap obesitas.
Para ahli telah mengemukakan beberapa teori untuk menjelaskan mekanisme kontribusi polusi cahaya terhadap perkembangan kanker.
Salah satu yang telah dibuktikan adalah cahaya malam hari mengacaukan kinerja pusat jam biologis utama yang selanjutnya akan berdampak pada penghambatan produksi hormon yang juga dihasilkan di otak yaitu melatonin.
Kelenjar berbentuk buah pinus (kelenjar pineal) yang terdapat di otak kita, di bawah kendali pusat jam biologis, akan memproduksi melatonin dalam suasana gelap. Sedangkan sinyal cahaya, terlebih cahaya artifisial, walau dalam intensitas rendah dan tempo sangat pendek sekalipun akan menghambat produksinya.
Menurut ahli kesehatan, melatonin memainkan peranan kunci dalam mengontrol kenormalan proses pembelahan sel di payudara, saluran pencernaan dan kelenjar prostat.
Dalam kondisi kekurangan melatonin, proses pembelahan sel pada tempat-tempat tersebut menjadi tak terkendali yang menjadi karakteristik kanker.
Hormon melatonin juga berperan penting dalam mengatur produksi dan kinerja hormon seks estrogen dan testosteron. Kedua hormon tersebut, jika diproduksi dalam kadar berlebih, akan menjadi promotor utama perkembangan sel-sel kanker.
Hal lain yang juga tidak bisa diabaikan adalah fakta bahwa kondisi tubuh yang obesitas menjadi sarang empuk untuk pertumbuhan kanker.
Kabar baiknya, polusi cahaya dapat dicegah dan diminimalkan dampaknya dengan mudah.
Upaya pertama yang harus dilakukan adalah mengurangi paparan cahaya pada malam hari.
Biasakan diri tidur dalam kegelapan atau jika belum sanggup, maka pakailah lampu dengan intensitas paling redup.
Jauhkan sumber cahaya LCD dan sejenisnya dari tempat tidur. Bisa pula gunakan filter [cahaya biru] baik dalam bentuk filter fisik seperti lensa maupun aplikasi software yang terinstal pada alat-alat elektronik karena spektrum ini yang paling merusak di antara semua spektrum cahaya yang ada.
Baca Juga: Mengapa Kita Ingin Mengonsumsi Makanan Manis Saat Sedang Stres?
Perbaiki pola hidup: stop gaya hidup “kelelawar”, rutinlah berolahraga, dan perkaya asupan nutrisi berantioksidan tinggi.
Dan jangan lupa menghangatkan tubuh minimal 30 menit dengan paparan cahaya matahari pagi setiap harinya.
Mentari pagi telah terbukti dapat memulihkan kekacauan pada pusat jam biologis, menekan perkembangan obesitas dan memacu produksi melatonin lebih tinggi pada malam hari.
Penulis: Putra Santoso, Assistant Professor in Physiology at Biology Department Faculty of Mathematics and Natural Sciences Andalas University, Universitas Andalas
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR