Nationalgeographic.co.id - Menyusui akhir-akhir ini menjadi sorotan karena dianggap sebagai kontribusi signifikan para ibu untuk perubahan iklim. Namun, perlu kehati-hatian dalam menyampaikan pesan tersebut.
Menginformasikan kepada perempuan bahwa menyusui mampu menyelamatkan planet Bumi malah dapat memicu rasa marah, sedih, dan kehilangan bagi mereka yang tidak dapat menyusui. Inggris, contohnya, memiliki tingkat menyusui terendah di dunia bukan karena keengganan para ibu untuk menyusui. Sudah banyak faktor yang memengaruhi para ibu yang ingin menyusui - tetapi tidak dapat melakukannya - yang berada di luar kendali mereka.
Pesan apapun yang menyiratkan mereka harus berusaha lebih keras untuk menyusui membuat mereka tertekan.Oleh karena itu, hanya memberi tahu perempuan bahwa menyusui itu penting tidak akan mengubah apa-apa.
Meski demikian, ada kesamaan cara media menginformasikan krisis iklim dan menyusui secara tidak efektif, yaitu dengan judul berita yang menggugah emosi tentang pentingnya setiap individu melakukan aksi.
Baca Juga: Berikut Enam Fakta Mengenai Kematian Menurut Sains, Apa Saja?
Sebagai individu, tentu saja setiap orang semua memiliki peran masing-masing. Tapi, perubahan nyata hanya bisa terjadi pada tingkat komunal.
Hal ini menjadi alasan bagi perlunya investasi pemerintah terkait dengan ASI dalam bentuk perubahan kebijakan, industri, serta lingkungan kerja. Tujuannya adalah menciptakan planet sekaligus populasi manusia yang lebih sehat.
Baru-baru ini terungkap sains terkait menyusui dan perubahan iklim.
Menyusui mengekstraksi sedikit sumber daya alam, seperti air atau tanah, tidak menghasilkan emisi karbon, dan minim atau nol limbah.
Pemberian ASI menekan ovulasi, membantu mengurangi jumlah anggota keluarga, dan menjaga keluarga tetap sehat. Hal ini bisa menjaga sumber daya Bumi dari dampak yang ditimbulkan oleh manusia.
Sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa menyusui selama enam bulan menghemat 95-153kg CO₂e (carbon dioksida ekuivalen) per bayi dibandingkan dengan pemberian susu formula.
Apabila semua bayi di Inggris diberikan ASI selama enam bulan saja, maka penghematan emisi karbon sama dengan mengeluarkan 50.000 sampai 77.500 mobil dari jalan selama setahun.
Data ini tetap berlaku, bahkan ketika tuntutan diet menyusui turut dijadikan pertimbangan.
Susu bubuk memerlukan sekitar 4.700 liter air per kilo susu. Susu formula menggunakan bahan-bahan seperti minyak kelapa sawit untuk kebutuhan mineral dan vitamin bagi pertumbuhan bayi.
Terlepas dari klaim industri tentang ‘menghijaukan’ rantai pasokan, pencabutan sementara keanggotaan Nestlé dari Perkumpulan untuk Sawit Berkelanjutan (Roundtable on Sustainable Palm Oil) memperlihatkan adanya masalah dalam keberlanjutan produksi pangan global.
Hanya ada 40-50 pabrik pengolahan susu formula di seluruh dunia.
Jumlah air yang diperlukan untuk pengangkutan mulai dari bahan mentah ke pabrik pengolahan hingga ke tangan konsumen di seluruh dunia memang belum diketahui, tetapi jelas sangat besar.
Susu formula bubuk membutuhkan air yang dipanaskan hingga suhu 70°C agar steril dan aman dikonsumsi. Hal ini menyerap sumber daya.
Di Inggris, perkiraan biaya energi untuk mendidihkan air bagi produksi susu untuk bayi di tahun pertama setara dengan mengeluarkan lebih dari 1,5 juta kilogram karbon dioksida. Belum lagi sampah yang dihasilkan. Sebuah riset menunjukkan bahwa 550 juta kaleng susu formula, 86.000 ton logam, dan 364.000 ton kertas yang dibuang ke TPA setiap tahunnya.
Industri susu formula meningkat dua kali lipat saat penelitian tersebut diterbitkan tahun 2009.
Lebih lanjut, tidak menyusui biasanya berarti period haid akan lebih cepat.
Perempuan di Inggris rata-rata menggunakan 264 pembalut dan tampon, setiap tahunnya. Menyusui dapat menurunkan permintaan akan serat katun, plastik polietilena dan bahan lainnya yang digunakan untuk produksi pembalut dan tampon.
Ada kesenjangan pengetahuan di seluruh sektor kehidupan manusia yang harus segera diatasi oleh para ilmuwan.
Namun, jelas bahwa mengurangi ketergantungan kita pada susu formula, jika memungkinkan, adalah langkah penting dalam menghadapi krisis iklim.
Tapi, apa gunanya pesan tersebut dalam sistem yang gagal mendukung ibu menyusui?
Perempuan membutuhkan lingkungan dan dukungan yang tepat agar menyusui dapat berkembang.
Pemerintah gagal memberikan perhatian terhadap isu ini meski terus-menerus menghimbau untuk meningkatkan jumlah perempuan menyusui.
Pada akhirnya, menyoroti peran ibu menyusui dalam melindungi Bumi bukan pesan bagi setiap perempuan. Namun, ditujukan bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan.
Soal meningkatkan menyusui, maka pemerintah yang harus melakukan investasi dalam dukungan profesional kesehatan yang lebih besar, mengurangi jangkauan industri pengganti ASI, memastikan ruang publik dan tempat kerja memiliki kebijakan untuk memungkinkan bagi ibu menyusui, serta meningkatkan perlindungan kehamilan bagi calon ibu.
Hal ini berarti memastikan bahwa sekecil mungkin jejak karbon yang dikeluarkan ketika susu formula diperlukan.
Baca Juga: Studi: Tidak Berolahraga Selama Dua Minggu Bisa Merusak Kesehatan
Beberapa strategi yang bisa diterapkan seperti mengurangi ketergantungan pada susu formula siap pakai dan botol sekali pakai, mengurangi banyaknya sumber daya yang digunakan dalam promosi susu formula, terutama instruksi yang tidak perlu dan susu balita, dan mengharuskan industri bertanggung jawab untuk mengurangi dampaknya sendiri, seperti membuat produk daur ulang.
Ini menjadi langkah penting yang dapat melindungi kita semua, tidak peduli bagaimana pilihan orang dalam memilih makanan bayi mereka.
Franklin Ronaldo menerjemahkan artikel ini dari Bahasa Inggris.
Penulis: Natalie Shenker, Research Associate in the Faculty of Medicine, Imperial College London dan Amy Brown, Professor of Child Public Health, Swansea University
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR