Nationalgeographic.co.id – Mengapa kita sering mendengar kabar tentang hewan laut yang memakan sarung tangan? Tali? Gelas plastik? Dan mengapa nasib hiu berakhir dengan 200 pounds sampah di perutnya?
Minggu lalu, seekor paus ditemukan mati terdampar di sebuah pantai di Skotlandia. Hasil nekropsi menunjukkan bahwa ada 220 pounds plastik dan sampah lain yang menyumbat sistem pencernaannya.
Tragedi ini kemudian menarik banyak perhatian. Pasalnya, semakin banyak ditemukan kasus hewan laut yang mati dengan perut penuh sampah. Meskipun masih belum jelas mengapa hal tersebut kerap terjadi, tapi kemungkinan karena meningkatnya konsumsi plastik di dunia.
Diketahui bahwa produksi plastik mengalami peningkatan signifikan. Pada 1950, kita hanya memproduksi 2,3 juta ton, tapi kini mencapai 448 juta ton. Diperkirakan itu masih akan meningkat dua kali lipat pada 2050.
Sebenarnya, memakan plastik tidak langsung menyebabkan kematian pada hewan laut. Seringnya, itu terjadi dengan lambat, merugikan spesies dengan cara diam-diam.
Mengapa hewan laut memakan plastik?
Menurut Matthew Sayoca, peneliti dari Hopkins Marine Station di Stanford University serta seorang National Geographic Explorer, para ilmuwan agak kesulitan menjawab hal ini.
“Kami tahu plastik ada di mana-mana. Sekitar 18 miliar darinya mengalir ke laut setiap tahun dan kami tahu bahwa hewan-hewan laut memakannya. Namun, menemukan alasan mengapa mereka bisa memakan sampah tersebut sangat sulit,” paparnya.
Beberapa pihak menyatakan bahwa hewan-hewan laut memakan plastik karena itu tersebar di sana dan mereka salah mengartikannya sebagai makanan. Namun, hal tersebut masih belum menjelaskan mengapa hanya beberapa jenis paus-seperti paus sperma, paus pilot, dan paus berparuh—yang berakhir mati dengan perut penuh plastik.
Sayoca mengatakan, alasan yang paling memungkinkan karena paus-paus tersebut hidup di kegelapan (1.600 kaki di bawah permukaan laut). Mereka menggunakan ekolokasi untuk memburu makanan—biasanya cumi-cumi. “Masuk akal jika mereka mengira sampah plastik sebagai makanan,” kata Sayoca.
Source | : | Natasha Daly/National Geographic |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR