Tidak semua orang setuju dengan gagasan Sulianti, tapi ia tidak menyerah mencari dukungan. Dalam buku People, Population, and Policy in Indonesia, Terence H Hull, pengamat kebijakan kesehatan dari Australia National University, menulis: "Dengan penuh semangat, dia meminta pemerintah agar membuat kebijakan mendukung penggunaan kontrasepsi melalui sistem kesehatan masyarakat."
Lewat media massa, Sulianti juga menyampaikan informasi terkait pendidikan seks dan alat kontransepsi untuk mengendalikan kehamilan dan kelahiran. Menurutnya, masalah kemiskinan dan kurang gizi, amat berkaitan dengan jumlah kelahiran yang tidak terkontrol.
Baca Juga: Kehebatan 9 Pendekar Perempuan dalam Sejarah Dunia
Aksi Sulianti ini sempat mendapat protes dari Gabungan Organisasi Wanita (GOW). Muhammad Hatta dan Soekarno pun menganggap gagasannya kurang tepat dan kurang wajar jika digunakan dalam komunikasi massa.
Hal ini membuat Sulianti lebih berhati-hati dalam menyampaikan kampanyenya. Ia mulai bergabung dengan sejumlah aktivis perempuan serta mendirikan Yayasan Kesejahteraan Keluarga (YKK) dengan klinik-klinik swasta yang melayani KB di berbagai kota. Gerakan Keluarga Berencana (KB) yang diusungnya akhirnya mulai diperhatikan pada masa Orde Baru.
Dedikasinya pada bidang kesehatan membuatnya ditunjuk sebagai anggota badan eksekutif dan Ketua Health Assembly. Pascapensiun pada 1970-an, Sulianti masih diminta menjadi tim penasihat Menteri Kesehatan. Ia terus melanjutkan gagasannya tentang tata kelola kesehatan masyarakat, Keluarga Berencana (KB), dan pengendalian penyakit menular hingga meninggal dunia pada 29 April 1991.
Source | : | Kompas.com,indonesia.go.id |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR