Nationalgeographic.co.id - Pandemi COVID-19 kini sudah menjadi ancaman global. Hingga Jumat (20/3/2020), jumlah kasusnya mencapai 245.913, dengan jumlah kematian sebanyak 10.048 di 181 negara.
Menurut para ahli, terakhir kali dunia mengalami pandemi global dengan skala yang sama besarnya dengan COVID-19 dan tanpa vaksin, adalah saat menghadapi wabah flu Spanyol yang disebabkan virus H1N1 pada 1918. Dilansir dari Centers for Disease Control and Prevention, pagebluk flu Spanyol menginfeksi 500 juta orang (sepertiga populasi dunia saat itu), serta menewaskan 50 juta orang. Ia pun disebut-sebut sebagai pandemi paling mematikan di abad 20.
Tanpa adanya vaksin untuk melindungi diri dari infeksi virus, cara yang bisa dilakukan saat itu adalah dengan menerapkan non-pharmaceutical interventions (NPI) atau intervensi nonfarmasi, yakni langkah-langkah yang dimaksudkan untuk mencegah penyebaran virus dengan mengurangi kontak dalam populasi.
Baca Juga: WHO: Tes Virus Corona Masif Merupakan Langkah Paling Penting Saat Ini
Dan menurut Imperial College COVID-19 Response Team, cara yang sama bisa diterapkan pada wabah virus corona saat ini.
"Meski kondisi kita sekarang sudah jauh berbeda dengan pandemi 1918, tapi sebagian besar negara-negara di dunia menghadapi tantangan yang sama, yakni virus dengan tingkat kematian yang sebanding," ungkap tim peneliti dalam studinya yang berjudul Impact of non-pharmaceutical interventions (NPIs) to reduce COVID19 mortality and healthcare demand.
"Dengan belum adanya vaksin COVID-19, kami yakin intervensi nonfarmasi memiliki peran potensial dalam mengurangi penularan virus," imbuh mereka.
Lebih lanjut, tim peneliti mencontohkan, intervensi nonfarmasi bisa dilakukan dengan isolasi diri dan karantina secara sukarela di rumah, pembatasan sosial dengan orang lain, serta menutup sekolah, gereja, bar, dan tempat publik lainnya.
Imperial College COVID-19 Response Team menyampaikan, ada dua strategi dalam melaksanakan intervensi nonfarmasi. Yang pertama adalah mitigasi, yakni berfokus pada 'pelambatan' penyebaran epidemi--mengurangi kesibukan petugas medis saat merawat pasien yang sudah terinfeksi virus corona.
Yang kedua merupakan supresi, yaitu bertujuan untuk mengubah arah langkah wabah, mengurangi kasus hingga serendah-rendahnya, dan mempertahankan situasi tersebut sampai pandemi selesai.
Ketika meneliti tentang strategi mitigasi, mereka menemukan fakta bahwa itu perlu dilakukan selama tiga bulan. Sementara supresi lima bulan.
Secara keseluruhan, hasil studi Imperial College COVID-19 Response Team ini menunjukkan bahwa kota-kota yang melakukan intervensi nonfarmasi di awal berkembangnya wabah, terbukti mengurangi angka penyebaran COVID-19. Dan selama intervensi dilakukan, angka kematian juga lebih rendah.
Source | : | Imperial College London |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR