Dan, menurutnya, dibukanya karantina pada awal musim semi ini masih menjadi hantu bagi warganya. "Itu seperti hantu dalam arti kita tidak takut, tetapi kita tidak ingin kejeblos dua kali."
Saya masih ingat pesan Rieska, "Kita berusaha untuk tidak terjangkit dan tidak menjangkiti. Bagaimana caranya? Diam di rumah." Pesan yang kadang terlupa karena kita merasa sehat lalu sok aksi dengan eksis di kerumunan. Terima kasih banyak atas berbagi ceritanya, Rieska.
Perbincangan itu digelar via konferensi daring Zoom yang ditayangkan langsung di akun Facebook National Geographic Indonesia pada 19 Mei silam. Pagebluk telah menyadarkan kita bahwa kita masih menghuni Bumi yang sama. Upaya bersama menjaga Bumi akan berdampak pada kemaslahatan penghuninya.
Baca Juga: Lukisan Erotis Ratu Leda dan Angsa Ditemukan di Reruntuhan Pompeii
Italia memulai karantinanya pada 9 Maret dan mengakhirinya secara bertahap mulai 4 Mei. Artinya, puluhan juta warganya berangsur memasuki kondisi tata kehidupan baru.
Negeri ini telah melewati masa krisis terburuknya dalam prahara pandemi COVID-19. Pada catatan per 23 Mei 2020, total sejumlah 228,6 ribu warganya telah terinfeksi. Sejumlah 136,7 ribu warganya berhasil sembuh dan menikmati kesempatan kedua dalam hidup mereka. Namun, jumlah yang tewas pun mencapai lebih dari 32,6 ribu jiwa.
Italia adalah negeri yang sohor akan pentas operanya. Dari opera karya Giuseppe Verdi sampai Giovanni Pergolesi. Apabila cerita pagebluk disajikan dalam pentas opera, Italia memiliki cerita paling dramatis. Pada minggu kedua karantina, 19 Maret, Italia mencetak sejarah jumlah terinfeksi yang terburuk sedunia. Namun, posisi ini segera diduduki oleh Amerika Serikat jelang minggu kedua April.
Jelang musim semi di Italia, harapan baru pun turut bersemi di sanubari warganya. Saya menyampaikan ucapan selamat kepada warga Italia atas akhir dari pertempuran besar, kendati musuh yang tak kelihatan itu masih di sekitar kita.
Baca Juga: Wabah Corona, Ikan Kecil Hingga Lumba-Lumba Muncul di Perairan Italia
Kembali ke rayuan pulau kelapa, Indonesia. Jakarta adalah episentrum pandemi untuk kawasan Indonesia. Batavia, nama lama untuk Jakarta, pernah dipadankan dengan salah satu kota di Italia. Kota ini pernah mendapat sanjungan sebagai "Venesia dari Timur".
Secantik apapun negeri orang kita tentu masih bangga sebagai orang Indonesia. Kita cukup belajar pengalaman dari Italia, supaya pagebluk tidak kian memburuk. Ingat, virus di Italia sama mematikannya dengan virus di Indonesia. Saya kira kita pun tak rela ada sebutan baru untuk Indonesia pascapagebluk: "Italia dari Timur".
Namun, apa yang terjadi belakangan ini membuat kita jadi berpikir. Apakah semua warga sudah berjuang mati-matian melawan pagebluk ini? Tenaga kesehatan jelas telah bertempur dengan cara memberikan dedikasinya untuk negeri ini.
Kita seperti orang kebanyakan. Tampaknya kita belum ada di medan pertempuran sesungguhnya meski musuh sudah bersiap menikam. Untuk menghadapi pertempuran besar itu kita masih sebatas hadir di pesta selamatan. Kita berpesta dari malam ke malam, sementara kapan pertempurannya kita pun lupa. Maklum lebaran.
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR