Nationalgeographic.co.id – Suhu menyengat dirasakan di Eropa, Australia, Timur Tengah dan beberapa wilayah lain di dunia, pada bulan lalu. Ini tidak mengherankan karena menurut data dari Copernicus Climate Change Service, September 2020 memang menjadi bulan terpanas.
Suhu rata-rata Bumi pada bulan lalu, 0,05 derajat celsius lebih hangat dari rekor sebelumnya yang terjadi pada September 2019, dilansir dari CNN.
Baca Juga: Es Antarktika Mencair, Kuburan Mumi Penguin Terungkap
Sementara itu, pada sembilan bulan yang sudah berjalan tahun ini, tiga di antaranya memecahkan rekor rata-rata suhu yang ditetapkan Copernicus. Namun, yang terparah tetap September—suhu panasnya hampir dirasakan di seluruh dunia. Hasil tersebut menunjukkan tren berbahaya mengenai peningkatan suhu yang akan merusak Bumi.
Eropa mengalami panas menyengat sepanjang bulan September, terutama di Prancis. Timur Tengah juga merasakan hal sama, dengan rekor temperatur terpanas tercatat di Turki, Israel dan Yordania.
Paraguay dan Brasil Selatan bergabung dengan mereka pada akhir bulan, begitu pun dengan Australia. Di Siberia, di mana kebakaran hutan terjadi sepanjang tahun, telah membuat emisi karbon dioksida melonjak dan level merkuri semakin tinggi.
Sementara itu, di Los Angeles, suhu di siang hari mencapai puncaknya pada 49 derajat celsius—selang beberapa hari setelah Death Valley mencatat suhu terpanasnya sejak satu abad terakhir.
Baca Juga: Akibat Pemanasan Global, Bunga-bunga di Dunia Alami Perubahan Warna
Secara keseluruhan, suhu meningkat 0,63 derajat celsius dari rata-rata bulan September selama 40 tahun terakhir. Ini berarti hampir 1,3 derajat lebih panas dari level praindustri.
Temperatur global harus dijaga agar tidak naik 1,5 derajat dari tingkat praindustri untuk menghindari dampak merugikan dari perubahan iklim. Namun sayangnya, suhu justru semakin memanas—sebuah fenomena yang memengaruhi kehidupan jutaan orang.
Source | : | CNN |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR