Nationalgeographic.co.id—Semasa pembelajaran jarak jauh akibat pagebluk, mempelajari sejarah dengan berkunjung ke situs temuan arkeologis tentunya sangat rumit. Mulai dari protokol yang mengharuskan tes usap demi mencegah penularan virus, hingga tutupnya berbagai situs.
Untuk bisa berkelana secara jarak jauh virtualisai merupakan salah satu solusi. Tindakan ini sempat dilakukan oleh pemerintah Tiongkok di masa awal pagebluk pada sejumlah museumnya.
Virtualisasi juga dilakukan oleh Puslit Arkenas pada tiga situs, yakni Trowulan, Maros-Pangkep, dan Gua Harimau. Virtualisasi ini ditujukan sebagai media pembelajaran anak-anak supaya tertarik mempelajari arkeologi.
"Layanan ini merupakan penajaman komponen output dari program Rumah Peradaban oleh Puslit Arkenas yang mendukung proses pembelajaran nilai luhur kebudayaan bangsa yang terkandung di situs arkeologi," terang I Made Geria, Kepala Puslit Arkenas.
"Karena kita kan punya nilai peradaban yang diwarisi leluhur kita, itu bisa menjadi soko guru dalam masyarakat masa kini," tambahnya saat dihubungi National Geographic Indonesia (22/02).
Selain menjadi pembelajaran nilai luhur, ia menambahkan layanan ini juga diharapkan dapat memancing anak-anak untuk berimprovisasi. Improvisasi itu baik untuk menerapkan kebudayaan itu sendiri, maupun ketertarikan mereka pada dunia arkeologi.
Dalam webinar peluncuran tur virtual pada Jumat (19/02), dihadiri oleh para pengajar dari Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI), dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sejarah.
Pada tayangannya, mereka memanfaatkan teknologi citra 360 derajat beresolusi tinggi, sehingga bisa dinikmati juga lewat kacamata Virtual Reality. Dalam fiturnya tampak berbagai tombol kontrol tampilan yang ingin ditampilkan ketika berkeliling situs. Salah satu fiturnya juga beberapa informasi yang menjabarkan suatu temuan.
Lewat tur virtual itu, Terdapat sembilan lokasi temuan di Trowulan yang ditampilkan, yakni Gapura Bajang Batu, Situs Lantai Segi Enam, Sumur Upas dan Kedaton, Candi Gentong I, Kolam Segaran, Situs Umpak Segi Delapan, Candi Brahu, Gapura Wringin Lawang, dan Situs Klinterejo I.
Kesembilan lokasi arkeologi Trowulan ini memiliki banyak variasi temuan peradaban Majapahit di masa lalu.
Ruly Fauzi, Kepala Kelompok Kerja (Kapokja) Pendayagunaan Hasil Penelitian Puslit Arkenas menerangkan bahwa temuan di situs mengungkapkan masyarkat Nusantara yang sudah terbuka pada dunia. Sebab terdapat banyak temuan keramik dari Majapahit, Vietnam, dan Tiongkok di Trowulan.
Sedangkan situs Maros-Pangkep terdapat 5 situs, dan yang ditampilkan saat perilisan yakni Leang Bulu Sipong 4. Adhi Agus Oktaviana, salah satu peneliti memaparkan bahwa di gua ini terdapat lukisan cadas tertua di dunia yang berusia 44.000 tahun.
"Secara kognisi manusia prasejarah zaman dulu, ini adalah upaya mengekspresikan cara berburu atau membuat karya seni dulu, dan mengajarkan pada generasi selanjutnya," terang Oktaviana dalam webinar. "Jadi benar-benar berkomunikasi lewat gambar."
Terakhir, satu dari berbagai gua di Situs Gua Harimau juga ditampilkan. Lokasi itu adalah Gua Putri yang juga ditemukan adanya gambar cadas tertua di wilayah barat Indonesia.
Gua ini ditampilkan, menurut Ruly, karena terdapat kerangka berusia 2000 tahun yang berdampingan. Menurut para peneliti temuatn itu mewakilkan kebudayaan masyarkat Nusantara sebagai pribadi yang setia. Kemudian terdapat kerangka perempuan lansia yang tulangnya patah-sambung.
"Kalau tidak salah ini yang punya patologi atau jejak penyakit patah-sambung. Artinya zaman dulu [peradaban] di Gua Harimau sudah dirawat. [Tentunya] tidak mungkin dia--seorang lansia--yang kakinya patah tidak dilayani oleh anggota keluarganya yang harusnya saling membantu dan peduli," jelas Ruly mengungkapkan pesan moralnya.
Selain itu di situs ini juga dianggap sebagai represntasi pluralisme tertua di Indonesia. Hal itu terungkap karena di situs yang memiliki banyak kuburan purba ini, terdapat kerangka manusia ras Australomelanesid dan Mongoloid.
"[Kerangka dua ras] itu dianggap menarik akar-akar kebhinekaan bangsa Indonesia [yang sudah ada] sejak ribuan tahun," paparnya.
Demi membuat tur virtual yang dapat diakses lewat situs jejaring Puslit Arkenas ini, prosesnya membutuhkan waktu kurang dari setahun. Tim Pokja Pendayagunaan Hasil Penelitian bekerja sama dengan penyedia layanan virtual, Visual Anak Negeri. Kemudian mengambil gambar secara aktual ke lapangan selama 2020.
"Jadi kita susun dulu apa yang sudah diketahui dari para peneliti lalu dikumpulkan," Ruly menerangkan. "Sementara kita saat ini sudah memvisualisasi beberapa lokasi yang jadi tempat penelitian Puslit Arkenas dan balai arkeologi setempat."
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR