Lebih lanjut, mengaitkan aksi bom bunuh diri dengan ajaran agama tertentu bukanlah hal bijak. Sebab sebagian besar atau bahkan hampir semua kelompok agama sebenarnya mengajarkan dan menjalankan kedamaian.
“Kasus bom bunuh diri sebenarnya sangat langka. Jarang, yaitu bila diingat bahwa kelompok-kelompok agama yang ekstrem hanya merupakan sebagian kecil dari kelompok-kelompok agama secara keseluruhan, dan 99,99 persen dari kelompok-kelompok tersebut sebenarnya mencintai perdamaian," ujar Stevens.
“Jadi secara statistik, menemukan satu atau dua orang yang bersedia melakukan pengorbanan seperti itu sangatlah jarang. Namun, mengingat ini adalah bom bunuh diri, jadi ya memang hanya perlu satu atau dua orang."
Stevens juga berpendapat bahwa bertentangan dengan pendapat populer, kemiskinan, isolasi, dan kurangnya pendidikan bukanlah ciri khas dari profil pembom bunuh diri. Mohammad Sidique Khan, misalnya, yang meledakkan dirinya di London pada 7 Juli 2005 sehingga membunuh enam orang lain di sekitarnya, adalah seorang pria berusia 30 tahun yang memiliki sebuah keluarga muda dan bekerja di sekolah dasar untuk anak-anak kebutuhan khusus.
Jadi, ada kesalahpahaman umum juga bahwa pelaku bom bunuh diri adalah orang yang sakit mental atau tidak rasional, tegas Stevens.
Baca Juga: Satu Tahun GRID STORE: Tersedia Layanan Pelanggan Majalah-el Berdiskon
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | Science Daily,University of Nottingham |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR