Nationalgeographic.co.id—Baru-baru ini pemerintah Mesir mengumumkan sebuah penemuan arkeologi yang luar biasa. Mereka menyatakan telah menemukan "kota emas Luxor yang hilang".
Tingkat keawetan pada "kota hilang" yang ditemukan ini telah membuat para peneliti terkesan. Kota ini seperti baru ditinggalkan kemarin sore.
"Tidak ada keraguan tentang itu; ini benar-benar penemuan yang fenomenal," ujar Salima Ikram, arkeolog yang memimpin unit Egyptology di American University di Kairo, seperti diberitakan National Geographic. Menurutnya, ini seperti temuan Kota Pompeii versi Mesir.
Situs kota ini berasal dari era firaun dinasti ke-18 Amenhotep III, yang memerintah antara sekitar 1386 dan 1353 Sebelum Masehi. Amenhotep III memimpin era kekayaan, kekuasaan, dan kemewahan yang luar biasa pada masanya. Kekuasaan Amenhotep III berakhir ketika ia meninggal, dan yang menggantikannya sebagai firaun atau raja Mesir kuno adalah putranya yang bernama Akhenaten.
Namun beberapa tahun setelah kematian Amenhotep III, Akhenaten yang memerintah dari sekitar 1353–1336 Sebelum Masehi itu malah meninggakan segala kekayaan dan kemewahan yang telah diperjuangkan ayahnya itu. Selama 17 tahun pemerintahannya, ia menjungkirbalikkan budaya Mesir, meninggalkan semua panteon (kumpulan dewa) tradisional Mesir kecuali satu, dewa matahari Aten. Ia bahkan mengganti namanya dari Amenhotep IV menjadi Akhenaten, yang artinya “mengabdi pada Aten”.
Baca Juga: Temuan Mumi Burung di Gurun Atacama Chile Singkap Sisi Gelap Manusia
Firaun sesat itu tidak berhenti di situ. Akhenaten memindahkan kursi kerajaannya dari Thebes (kini Luxor) ke utara ke kota yang benar-benar baru yang dia sebut Akhetaten (kini Amarna) dan mengawasi revolusi artistik yang secara singkat mengubah seni Mesir dari kaku dan seragam menjadi penuh animasi dan detail.
Kota yang memperlihatkan kemewahan pada masa Firaun Amenhotep III itulah yang pada 2021 ini diumumkan telah ditemukan di Mesir.
Situs "kota hilang" yang berusia lebih dari 3.000 tahun ini meyimpan kuil kamar mayat Amenhotep III di sebelah utara yang dibangun abad 14 Sebelum Masehi. Ada juga Medinet Habu, kuil kamar mayat yang dibangun hampir dua abad kemudian untuk Ramses III, di sebelah selatan situs ini.
Para arkeolog juga menemukan sesuatu yang sangat berbeda dari situs kota ini: dinding-dinding bata lumpur berliku-liku setinggi sembilan kaki dan tumpukan artefak kuno dari era Amenhotep III.
Baca Juga: Studi atas Kuburan Massal Kuno di Kroasia Ungkap Sisi Gelap Manusia
Struktur bangunan di situs kota ini menyimpan pula barang-barang keperluan sehari-hari. Banyak di antara benda-benda yang ditemukan ini terkait dengan produksi artistik dan industri yang mendukung ibu kota firaun tersebut.
Ada rumah tempat para pekerja mungkin pernah tinggal, toko roti dan dapur, barang-barang yang berkaitan dengan produksi logam dan kaca, bangunan yang tampaknya berkaitan dengan administrasi, dan bahkan pemakaman yang dipenuhi dengan kuburan batu.
Meskipun ukuran kota ini belum ditentukan, asal tahun kota ini dapat diketahui dengan jelas berkat hieroglif pada berbagai benda yang ditemukan. Sebuah bejana berisi dua galon daging rebus bertuliskan tahun 37 —masa pemerintahan Amenhotep III. Scarab, batu bata, bejana, benda yang ditemukan dan lainnya juga memiliki segel atau tanda kerajaan Amenhotep III.
"Kota hilang ini merupakan penemuan arkeologi terpenting setelah makam Tutankhamun," ujar Betsy Bryan, profesor seni dan arkeologi Mesir di Johns Hopkins University.
Baca Juga: Mumi Berlidah Emas Ditemukan di Situs Mesir Kuno, Usianya 2.000 Tahun
Bryan, yang tidak terlibat dalam penggalian, mengunjungi situs tersebut pada hari ketika para arkeolog menemukan langit-langit tanah liat kecil yang dicap dengan hieroglif bertuliskan 'Aten ditemukan hidup di atas kebenaran.' "Itu adalah julukan Akhenaten," kata Bryan. Meskipun langit-langit itu bertuliskan nama Akhenaten, Bryan mengatakan kota itu adalah bagian dari kompleks istana Amenhotep II, ayah Akhenaten.
Begitu Akhenaten berkuasa dan mengubah lokasi istana barunya, dia meninggalkan kota ayahnya itu.
Kehilangan kota itu ternyatan menjadi keuntungan arkeologi modern saat ini. “Luar biasa indah,” kata Ikram.
Ikram membayangkan berjalan melalui jalan-jalan di kota yang masih cukup utuh itu, dikelilingi oleh tembok-tembok tinggi di mana, katanya, dia mengharapkan seorang Mesir kuno datang di tikungan kapan saja. "Ini menakjubkan," ucapnya.
Kota itu tampaknya telah digunakan kembali oleh Tutankhamun, yang menyingkirkan Akhetaten selama masa pemerintahannya. Namun akhirnya ia juga mendirikan ibu kota baru di Memphis. Ay, yang kemudian mewarisi takhta Tutankhamun saat menikah dengan janda Tut tersebut, tampaknya juga telah menggunakannya.
Empat lapisan permukiman yang berbeda di situs tersebut menunjukkan era penggunaannya hingga era Bizantium Koptik dari abad ketiga hingga ketujuh Masehi. Kemudian, barulah kota itu dibiarkan terkubur dalam padang pasir sampai akhirnya ditemukan kembali baru-baru ini.
Tetapi mengapa kota itu ditinggalkan selama masa pemerintahan singkat Akhenaten? "Saya tidak tahu apakah kita akan semakin dekat untuk menjawab pertanyaan itu melalui temuan kota ini," kata Bryan. “Yang akan kita dapatkan adalah semakin banyak informasi tentang Amenhotep III, Akhenaten, dan keluarganya. Ini masih awal, tapi saya pikir kita akan melihat lebih banyak dan lebih banyak hubungannya."
Source | : | national geographic |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR