Nationalgeographic.co.id—Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu RI) menanggapi kabar soal rumah Achmad Soebardjo di Cikini Raya yang kini dijual. Achmad Soebardjo adalah menteri luar negeri pertama Republik Indonesia.
Rumah Achamd Soebardjo yang berada di Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, itu juga pernah menjadi kantor Kemenlu (dulu disebut Departemen Luar Negeri) di hari-hari awal berdirinya Republik ini. Kemenlu berdiri sejak Achmad Soebardjo ditunjuk sebagai menteri luar negeri RI pada 19 Agustus, dua hari setelah Hari Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.
Kini, rumah itu sedang dijual dengan harga penawaran awal Rp200 miliar melalui iklan di akun media sosial sebuah kantor agen properti di Jakarta. Menanggapi hal ini, Juru Bicara Kemenlu Teuku Faizasyah mengatakan pihaknya tidak berhak menghentikan upaya penjualan rumah oleh ahli waris keluarga almarhum Achmad Soebardjo tersebut.
"Sulit untuk mengomentari ya, karena itu kan hak milik privat, hak milik pribadi keluarga. Sehingga kita juga tidak bisa menghalang-halangi apabila ahli waris memutuskan untuk menjual properti tersebut. Kemlu (Kementerian Luar Negeri) sendiri tidak punya kapasitas keuangan untuk membeli gedung sebesar 200 miliar" tutur Faiz, sapaan Faizasyah, kepada National Geographic Indonesia pada Kamis, 15 April 2021.
Baca Juga: Selisik Gaya Arsitektur Rumah Raden Achmad Soebardjo di Cikini Raya
Faiz tak menampik bahwa rumah Achmad Soebardjo memiliki nilai sejarah penting bagi bangsa Indonesia, terutama bagi Kemenlu. "Melihat apa yang disampaikan oleh Ibu Menteri Luar Negeri (Retno Marsudi) sebelumnya, beliau pernah berkunjung ke gedung tersebut. Pada waktu itu beliau menggarisbawahi rumah tersebut memiliki nilai sejarah yang khusus di perjalanan Kemlu sebagai suatu departemen. Pada waktu itu masih Departemen Luar Negeri."
"Karena sebagai menlu (menteri luar negeri) pertama, Pak Achmad Soebardjo menggunakan kediamannya sebagai kantor dan embrio dari Kementerian Luar Negeri bermula dari rumah tersebut," kata Faiz.
Saat kabar dijualnya rumah Achmad Soebardjo ini ramai di media sosial, banyak warga internet atau netizen Indonesia yang berkomentar menyampaikan harapan Kementerian Luar Negeri bisa membeli rumah tersebut agar nilai sejarah yang ada di dalamnya tetap terjaga dan terawat. Meski demikian, Faiz menjelaskan, saat ini Kemenlu tidaklah memiliki anggaran untuk membeli rumah atau bangunan apa pun. Upaya untuk menyusun, mengajukan, dan mencairkan anggaran untuk membeli properti semacam itu tidaklah mudah.
"Dari sisi Kemlu sendiri, tentunya bisa dimaklumi bahwa kami tidak memiliki kapasitas untuk membeli properti. Karena untuk membeli properti itu kan prosesnya panjang. Untuk pengadaan gedung itu prosesnya sangat panjang. Harus melalui penganggaran dengan instansi terkait untuk menjadikannya properti pemerintah. Jadi tidak bisa segera diwujudkan harapan itu," ujar Faiz.
Baca Juga: Rumah Achmad Soebardjo, Penyusun Naskah Teks Proklamasi, Kini Dijual
Bambang Eryudhawan, anggota Tim Ahli Cagar Budaya DKI Jakarta sekaligus kurator dari Yayasan Bung Karno, mengatakan kepada National Geographic Indonesia bahwa sebelumnya pihak Kementerian Luar Negeri sudah pernah datang ke rumah Achmad Soebardjo untuk membicarakan nasib rumah tersebut. "Salah satunya membicarakan bagaimana memastikan rumah ini tetap bisa dilestarikan dan adakah gagasan pemerintah pusat untuk membeli melalui Kementerian Luar Negeri," kata Yudha, panggilan akrabnya.
Menanggapi kabar ini, Faiz mengatakan bahwa dirinya memang pernah mendengar kabar bahwa keluarga Achmad Soebardjo pernah menawarkan Kemenlu untuk membeli rumah tersebut. Namun ia tidak yakin kebenaran kabar tersebut dan perlu memastikan terlebih dulu tawaran tersebut disampaikan saat Kemenlu dipimpin oleh menteri siapa. "Ibu Menteri (Retno Marsudi) memang pernah ke rumah Pak Achmad Soebardjo, tapi itu untuk sekadar napak tilas saja," ujarnya.
Yudha pernah mengatakan bahwa memang sulit bagi Kemenlu untuk mengeluarkan anggaran untuk membeli rumah Achmad Soebardjo. Oleh karena itu ia menyarankan agar kementerian lain yang membeli rumah tersebut dan kemudian Kemenlu yang mengelolanya.
Baca Juga: Di Rumah Achmad Soebardjo, Akhirnya Tan Malaka dan Soekarno Berjumpa
"Kementerian Luar Negeri tidak dalam posisi belanja barang yang nilainya ratusan miliar itu. Karena, kan, anggarannya sudah dipatok untuk diplomasi. Jadi mungkin untuk belanja barang tepatnya ke Setneg (Kementerian Sekretariat Negara), ya," ucap Yudha.
Merespons hal ini, Faiz mengatakan bahwa pihak yang memberi saran tersebut sebaiknya menyampaikan saran itu ke pihak terkait langsung. "Jika memang Kemensetneg memiliki kapasitas untuk menganggarkan pembelian properti, maka bisa disarankan langsung saja Kemensetneg," kata Faiz.
Faiz menegaskan bahwa harapan dan realitas memang tidak selalu sejalan. Kemenlu sendiri berharap rumah tersebut tetap terawat, tapi mereka sebagai representasi pemerintah pusat tak bisa mengambil alih rumah tersebut karena keterbatasan anggaran. Oleh karena itu, mungkin rumah tersebut bisa dibeli oleh pihak lain, misalnya pemerintah daerah ataupun swasta, yang berkomitmen untuk menjaga dan merawat rumah tersebut.
"Harapannya yang kami ikuti di pemberitaan mungkin pihak pemerintah DKI bisa juga membelinya atau menetapkannya sebagai cagar budaya kemudian membelinya ke pihak pemilik," kata Faiz.
"Atau mudah-mudahan ada filantropis, siapapun itu, yang memiliki kemampuan untuk membelinya, kemudian merawatnya sebagai gedung bersejarah. Jadi tidak harus senantiasa pemerintah (pusat)," pungkasnya.
Baca Juga: Satu Tahun GRID STORE: Tersedia Layanan Pelanggan Majalah-el Berdiskon
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR